Profauna Ajak Tak Membeli Nuri dan Kakatua

JAKARTA – Organisasi lingkungan Profauna mengajak masyarakat tidak membeli burung nuri dan kakatua. Deskan tersebut berdasarkan fakta yang dimiliki, 95 persen yang diperdagangkan adalah hasil tangkapan dari alam.

Burung-burung itu ditangkap dari habitat aslinya di Maluku Utara, Maluku, Sulawesi dan Papua. “Dengan tidak membeli burung nuri dan kakatua yang diperdagangkan itu kita turut memotong rantai perdagangannya,” kata juru kampanye Profauna Indonesia Bayu Sandi di Jakarta, Kamis (14/9/2017) malam.

Disebutkan burung kakatua jambul kuning (Cacatua Sulphurea) yang notabene sudah dilindungi undang-undang saja masih tinggi tingkat perdagangannya. Tentunya, nasib yang lebih mengenaskan dialami oleh spesies lain yang belum dilindungi, seperti kakatua putih (Cacatua Alba) dan kasturi ternate (Lorius Garrulus) yang berstatus endemik Maluku Utara.

Karena itu, Profauna sudah sejak 2005 mendorong pemerintah agar menetapkan kakatua putih sebagai satwa dilindungi. “Tetapi sampai detik ini belum terwujud padahal populasinya di alam sudah menurun drastis dan tingkat perburuannya masih tinggi,” tandas Bayu.

Hasil investigasi dan monitoring Profauna dalam dua tahun terakhir menunjukkan bahwa tingkat penangkapan dan perdagangan burung paruh bengkok, khususnya yang berasal dari Maluku Utara juga masih sangat tinggi. Investigasi terbaru Profauna selama November 2016 sampai Januari 2017 menunjukkan bahwa para penangkap burung nuri dan kakatua di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara juga masih tinggi. Pada kurun waktu itu, sekitar 3.000 ekor burung kakatua putih, kasturi ternate dan nuri bayan yang ditangkap dari alam.

Lihat juga...