“Kebijakan yang diambil tersebut tentunya merugikan sekolah dan para siswa karena tidak lagi memiliki ruangan perpustakaan atau laboratorium yang memadai,” katanya.
Sementara di sisi lain, katanya, sejumlah sekolah yang dinilai tidak favorit, baik sekolah swasta maupun negeri, sangat kekurangan siswa. Padahal kualitas guru yang mengajar di sekolah- sekolah tersebut tidak kalah dengan sekolah- sekolah yang dinilai lebih favorit.
“Menyikapi persoalan itu, kita sudah keluarkan petunjuk teknis (Juknis) untuk membatasi jumlah rombel, maksimal 12 rombel untuk SMA dan 20 rombel untuk SMK dengan jumlah maksimal siswa setiap rombel 36 orang,” katanya.
Dengan pembatasan rombongn belajar (rombel), maka ada sejumlah sekolah yang selama ini menerima siswa baru melampaui jumlah rombel, tidak terjadi lagi.
Dampak lainnya, akan ada begitu banyak calon siswa yang tidak bisa tertampung di sekolah tersebut. Untuk hal ini, perlu kesiapan sekolah-sekolah swasta terutama menyiapkan sarana belajar yang memadai. Dengan demikian, tidak terjadi kekurangan siswa di sekolah swasta tersebut.
“Kita tegaskan, tidak boleh pakai fasilitas lain seperti laboratorium aula untuk dijadikan sebagai ruang kelas,” katanya. [Ant]