“Hal ini merupakan kenyataan pahit karena Indonesia tidak mengalami perubahan menjadi lebih baik. Perbedaan dan konflik sesungguhnya merupakan proses dialektis untuk menemukan atau meneguhkan rumah besar Indonesia yang mencapai titik kulminasi pada 1945,” cetusnya.
Subhan menuturkan kehadiran internet dinilai menghilangkan sentuhan kemanusiaan. Perbedaan dan kebencian sudah menjadi menu dominan di media sosial.
“Pengguna media sosial harus bertanggungjawab atas apa yang diucapkan di media sosial. Jika terjadi pelanggaran yang bisa mengotak-kotakan bangsa ini,” pungkasnya.
Jurnalis: Yohannes Krishna Fajar Nugroho/Redaktur: Irvan Sjafari/Foto: Yohannes Krishna Fajar Nugroho