Indonesia dalam Situasi Kompleks, Pembangunan Tidak Cukup Bidang Ekonomi

RABU, 5 APRIL 2017

DEPOK  —- Ketika pertama kali dicetuskan gagasan Indonesia merupakan “kemajuan” yang digerakkan kaum muda menyongsong masa depan yang mereka yakini akan lebih baik, daripada masa penjajahan. Demikian kata Sejarawan Profesor DR. Susanto Zuhdi dalam bedah buku berjudul “ Nilai Ke-Indonesiaan” yang dilaksanakan di aula terapung Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok pada Rabu (5/4).

Suasana diskusi buku “Nilai Ke-Indonesiaan” di Unievrsitas Indonesia, Rabu (5/4/2017).

“Tidak perlu ada keinginan untuk mengganti nama, seolah-olah nama Indonesia nama  tidak lagi cocok,” ujar Staf Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UI ini.

Santo dalam pemaparannya menggunakan kerangka pemikiran milik Prof. Dorodjatun bahwa tiga pilar menyongsong masa depan adalah Geografi, Demografi dan Histori atau sejarah.

“Jika dalam aspek Geografi dan Demografi lebih ajeg (tidak berubah) untuk diproyeksikan, aspek histori merupakan modal bangsa dengan penuh perhitungan. Sejarah yang sesungguhnya bersifat inspiratif,” tuturSanto.

Pembicara lain dalam diskusi itu Profesor DR. Prasetijono Widjojo mengingatkan saat ini Indonesia berada dalam situasi yang kompleks yang membutuhkan pembangunan budaya bangsa dan sektor pendidikan dan layak menjadi suatu gerakan nasional.

“Pembangunan tidak cukup hanya di sektor ekonomi. Kita perlu juga membangun sektor Pendidikan. Pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam membangun nilai ke-Indonesiaan. ” ujar mantan Menteri Bappenas ini.

Pembicara terakhir , Kolomnis M. Subhan SD melengkapi pentingnya memaknai kembali ke-Indonesiaan. Dalam paparannya  bertajuk ” Ke-Indonesiaan di Era Digital”, pasca reformasi 1998 banyak gejala intoleran yang sampai menimbulkan konflik. Dalam jangka waktu 1990-2008 tercatat 1093 insiden konflik, dan 832 insiden di antaranya merupakan konflik keagamaan.

Lihat juga...