RABU, 8 MARET 2017
MATARAM — Banyaknya Buruh Migran Indonesia (BMI) yang perempuan, terutama ilegal yang kerap menjadi korban tidak kekerasan sampai korban tindak perdagangan manusia (Human trafficking) di sejumlah negara tujuan, dikarenakan pengawasan terhadap proses perekrutan di tingkat pedesaan yang kurang maksimal. Ditambah belum adanya peraturan desa (Perdes) yang secara khusus mengatur tentang syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi setiap calon pekerja.
![]() |
Spanduk bertuliskan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak |
“Desa merupakan ujung tombak dalam upaya memberikan perlindungan, kalau pengawasan di tingkat pedesaan terhadap PJTKI yang melakukan perekrutan tidak dilakukan dengan ketat, dari situlah BMI ilegal banyak bermuculan” kata Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan (SP) Mataram, Eli Sukemi di Mataram, Rabu (8/3/2017).
Celah inilah yang banyak dimanfaatkan PJTKI ilegal, melalui petugas lapangan (PL) biasanya turun langsung ke pedesaan merekrut BMI, terutama perempuan untuk dipekerjakan sebagai PRT, dengan ongkos ringan dan iming-iming gaji menjanjikan.
Karena itulah, kata Eli, untuk meminimalisir dan mencegah BMI ilegal dan human trafficking, pihaknya berupaya mendorong setiap pedesaan dan kelurahan dengan menggandenga NGO termasuk pemerintah, supaya setiap desa membuat Perdes yang secara khusus mengatur tentang aturan, syarat perekrutan, terutama BMI perempuan.
“Mulai soal legalitas PJTKI alamat kantor, termasuk bagi BMI yang direkrut, apakah sudah sesuai ketentuan atau tidak, dengan demikian BMI ilegal yang berujung pada tindak kekerasan dan kematian bisa ditekan” tutupnya.
Jurnalis : Turmuzi / Redaktur : ME. Bijo Dirajo / Foto : Turmuzi