SENIN 13 MARET 2017
MAUMERE — Diskriminasi kepada kaum perempuan dan kaum difabel masih terjadi di negeri ini. Fasilitas umum dan perlakuan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta masih jauh dari harapan termasuk di Kabupaten Sikka.
![]() |
Feby (duduk di tengah) bersama teman kuliahnya di jurusan Psikologi Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere. |
Kesan ini yang terekam dalam diri Febryana Petronela Dua Pote, salah seorang kaum difabel. Perempuan yang memiliki tinggi badan terbatas saat ditemui Cendana News di rumah sederhananya di Kelurahan Beru kota Maumere, Selasa (7/3/2017) pagi.
Feby sapaannya tidak merasa minder bahkan selalu semangat dan terus berusaha keras menggapai cita-citanya dengan melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Psikologi Universitas Nusa Nipa Maumere.
Tamatan SMA PGRI Maumere ini melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi agar bisa menggapai cita-cita dan bisa merubah hidup, memiliki motivasi agar orang lain jangan menganggap remeh orang-orang sepertinya, kaum difabel.
“Saya sudah bertekad agar bisa meraih sukses, saya ingin merubah hidup saya menjadi lebih baik dan bagi teman –teman seperti saya jangan mudah putus asa dan terus semangat, maju terus menggapai kesuksesan karena Tuhan tidak buta,” tuturnya lantang.
Sudah Mulai Setara
Ditemui di kampus Unipa Jumat (10/3/2017) Feby terlihat akrab bercengkerama dengan teman-teman kuliahnya baik lelaki maupun perempuan. Mereka terlihat akrab bersenda girau bahkan sesekali tertawa lepas.
Feby menyesalkan diskriminasi di Sikka masih terjadi khususnya di kampung-kampung yang menganggap kaum difabel dan kaum perempuan tidak perlu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain faktor adat dan budaya, juga karena faktor ekonomi dan juga karena pengaruh teman dan orang lain yang mengatakan buat apa perempuan bersekolah tinggi-tinggi, nantinya juga akan bekerja di dapur.
“Ada anak muda khususnya perempuan yang orang tuanya mampu tapi mereka malas kuliah karena pengaruh buruk dan ajakan teman. Padahal sekarang ini antara laki-laki dan kaum perempuan sudah mulai setara,” ungkapnya.
Selama berkuliah sebut mahasiswi semester IV ini, teman-temannya selalu memberikan dukungan. Memang terkadang teman-temannya suka bercanda dan menggodanya tapi semua itu tidak sampai kepada tahap melukai perasaannya.
Feby merasa bersyukur sebab bisa kuliah dengan biaya yang bukan saja dari orang tua tetapi dari orang lain yang rela mengulurkan tangan membantu biaya kuliahnya di kampus orange Unipa Maumere.
“Tidak semua teman saya bisa berkuliah dan saya berharap mereka juga bisa melanjutkan pendidikan agar bisa meraih impian mereka,” ucapnya.
Selama melaksanakan aktivitas belajar, perempuan kelahiran Maumere 25 Februari 1996 ini tidak merasa kesulitan cuma dirinya tidak memiliki laptop. Dia meminjam laptop teman dan karyawan kampus atau terkadang juga ke warung internet untuk mengerjakan tugas kuliah.
Universitas Nusa Nipa Maumere dinilai Feby memang bagus tapi fasilitasnya tidak terlalu lengkap,ruang kuliah juga kadang harus dipakai bergantian serta laboratorium jurusan psikologi pun fasilitasnya sangat minim.
Tanpa Perhatian Pemerintah
Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi selalu jadi keinginan Feby. Setelah tamat sarjana, kalau masih mendapat bantuan dana maka dirinya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata Dua.
Tapi bila tidak ada yang mendanai maka wanita enerjik ini dia akan beristirahat dahulu seraya melamar pekerjaan sesuai jurusan yang dipelajarinya di bangku kuliah. Tapi pekerjaan harus disesuaikan dengan kondisi tubuhnya.
Namun ada sesuatu yang mengganjal di hati Feby dimana perhatian pemerintah hampir tidak dirasakan kaum difabel,orang-orang seperti dirinya. Dia pernah menanyakan kepada pemimpin di Kabupaten Sikka saaat ada kegiatan Ospek di kampus Unipa tapi tidak ada jawaban yang memuaskan.
“Kalau pemerintah memiliki hati maka berilah kami pekerjaan meski hanya honor untuk sementara waktu sebab orang-orang seperti kami harus juga mendapat perhatian pemerintah,” harapnya.
Kepada kaum perempuan di Sikka Feby berpesan agar jangan mau dianggap sebagai kaum yang lemah sebab saat ini kedudukan kaum perempuan dan lelaki sudah setara, hampir tidak ada lagi perbedaan.
Sementara bagi kaum perempuan yang diberi kesempatan menjadi pemimpin baik di eksekutif, legislatif maupun di lembaga swasta dan berbagai organisasi, dirinya berpesan agar jangan melupakan kaum perempuan dan teruslah menunjukan kinerja dan perilaku yang baik.
“Saya selalu mendapat support dari orang tua, ibu saya katakan keluarga kita susah sehingga saya harus belajar dengan sungguh-sungguh dan bisa berhasil agar jangan menyusahkan orang yang memberikan bantuan bagi saya,” bebernya.
Sementara itu bagi Elisabet Trisnawati teman satu jurusan dengan Feby saat ditemui Cendana News di Kampus Unipa Senin (13/3/2017) melihat Feby merupakan pribadi yang selalu aktif di kelas, percaya diri dan bisa bergaul dengan siapa saja . Feby juga dinilainya rajin dan selalu mengikuti perkuliahan dan segala kegiatan di kampus.
“Sebagai sesama perempuan saya merasa bangga dengannya sebab walau memiliki keterbatasan dia tetap semangat melanjutkan pendidikan dan tidaksungkan bergaul dengan siapa saja,” ungkapnya.
Margaretha Yosefina mahasiswi Semester VIII Jurusan Ssikologi menyebutkan meski memiliki keterbatasan tidak membuat Feby merasa minder dan tetap semangat dalam menempuh pendidikan.
“Saya melihat dirinya sangat ceria dan tidak merasa minder, meski memiliki keterbatasan fisik dia tetap ceria dan semangat dalam bergaul dan cepat akrab dengan siapa saja,” tuturnya.
Jurnalis: Ebed de Rosary/Editor: Irvan Sjafari/Foto: Ebed de Rosary