Banyak Arsitektur Bangunan di Solo, Perpaduan Jawa dan Belanda

SABTU, 18 MARET 2017

SOLO — Sebagai salah-satu pusat budaya Jawa, tak dapat dipungkiri jika hingga kini Kota Solo di Jawa Tengah, menyimpan berbagai keanekaragaman. Tak hanya dari segi etnis, namun juga di bidang arsitektur bangunan Solo yang erat dengan akulturasi budaya Jawa dan Belanda. Ini tak lepas dari  kuatnya budaya Jawa dari Pura Mangkunegaran, Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat,  dan kolonial Belanda di masa lalu. 

Bangunan Bank Indonesia di Solo

“Saya kira, bangunan di Solo jika dilihat dari segi arsiteknya memang kental perpaduan  Jawa dan Belanda. Itu bisa kita lihat di berbagai bangunan yang hingga saat ini masih ada di Solo,” ujar Pakar Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr. Susanto, M. Hum., kepada Cendana News, Sabtu (18/3/2017).

Susanto mencontohkan, Loji Gandrung yang saat ini menjadi Rumah Dinas Walikota Kota Solo, merupakan bangunan yang arsiteknya kuat dengan budaya Jawa – Belanda. Rumah milik Yohanes Agustinus Dezentye itu berdiri pada 1797-1839, sejak zaman Paku Buwono IV.  “Saya kira Loji Gandurng itu gaya arsiteknya adalah  bangunan Indis, karena perpaduan Jawa-Belanda. Itu dibangun oleh Dezentye yang merupakan pengusaha gula, dengan memadukan  konsep bangunan Jawa, yakni Loji dengan halaman yang panjang,” terangnya.

Loji Gandrung

Gaya arsitek Indis itu, lanjut Susanto, banyak ditemukan di Kota Solo. Seperti bangunan Pasar Gedhe (Hardjonagoro), Pasar Klewer sebelum terbakar, serta sejumlah bangunan cagar budaya lainnya. Termasuk, bangunan Bank Indonesia, yang merupakan bagunan  neoklasik, yang dibangun oleh kolonial Belanda sebagai pusat kegiatan.

Lihat juga...