RABU 8 FEBRUARI 2017
PONOROGO—Hidup di Ponorogo yang dikenal sebagai bumi reog, membuat Yudi (37 tahun) warga Dukuh Tempel, Desa Turi, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo ini cinta dengan kesenian asli daerahnya. Tak pelak kecintaannya ini, ia buktikan dengan cara sebagai pelaku kesenian sekaligus sebagai perajin reog. Usaha yang ia lakoni sejak 1993 ini membawa keberuntungan sendiri baginya. Ia mampu menghidupi keluarganya dari hasil kerja kerasnya membuat reog.
![]() |
Yudi saat membuat reog di rumahnya. |
“Dalam satu bulan saya mampu membuat 2 – 5 reog,” jelasnya kepada Cendana News saat ditemui dirumahnya, Rabu (8/2/2017).
Untuk reog ukuran super dijual dengan harga Rp17,5 juta, untuk reog ukuran standart dijual dengan harga Rp14 – 15 juta, dan untuk yang paling kecil, reog mini dijual dengan harga Rp11 juta.
“Penjualannya dikirim ke Malang, Lampung dan Riau dengan menggunakan bus biasanya,” ujarnya.
Ditanya terkait bahan baku membuat reog, Yudi mengaku terbilang mudah mendapatkan bulu dadap merak. Meski diimpor dari India, ketersediaan pasokan bulu dadap merak tidak pernah kekurangan.
“Kadang telat, tapi lumayan lancar. Biasanya sebulan sekali, saya dikirimi dadap merak,” cakapnya.
Yudi menerangkan untuk reog ukuran super diperlukan 2700 helai dadap merak, ukuran standart diperlukan 1200 helai dan ukuran reog mini diperlukan 800-900 helai. Satu helai bulu merak dihargai Rp7500.
Selain membuat reog, Yudi mengaku juga bisa membuat ganongan, kendang dan kucing-kucingan sebagai perlengkapan saat pementasan reog. Ilmu membuat reog ini ia dapatkan langsung dari ayahnya, awal mulanya sang ayah hanya membuat suvenir reog. Lambat laun, Yudi memberanikan diri menjadi perajin reog.
“Meski tidak mesti setiap bulan laku, tapi lumayan cukup untuk menafkahi anak istri,” pungkasnya.
Jurnalis: Charolin Pebrianti/Editor: Irvan Sjafari/Foto; Charolin Pebrianti