Mau Tepis Hoax, Belajarlah dari Semar

MINGGU, 15 JANUARI 2017

CATATAN JURNALIS — Sedemikian legendarisnya tokoh Semar dalam lakon wayang itu, hingga sosok bertubuh bantat, dengan perut buncit dan rambut kuncung itu sangat dikenal di seantero negeri. Semar sangatlah fenomenal. Juga misterius, karena dalam setiap lakonnya, Semar itu hanya seorang ayah dari tiga punakawan, Gareng, Petruk dan Bagong, atau abdi dalem biasa saja dari keluarga Pandawa, namun memiliki pengaruh yang besar. Lalu, apa hubungannya Semar dengan Hoax?
Semar dalam simbol gerakan Masyarakat Antifitnah Yojomase
Sederhana saja, Semar adalah lambang kesederhanaan rakyat jelata, kearifan dan kebijaksanaan. Ia mengajarkan manusia untuk selalu memikirkan segala sesuatu sebelum memutuskan untuk mengambil tindakan. Bahkan, setiap keputusan dan sikap yang diambilnya, selalu dilandasi dengan semangat asih, asah, asuh. Mengasihi, mengajarkan dan mengasuh, demi terjaganya harmoni antar sesama.
Demikianlah secuil saja gambaran dari sosok bernama Semar. Dan, demikianlah pula, dalam kaitannya dengan hoax. Masyarakat bisa belajar dari Semar. Bahwa, setiap informasi, masalah, dan mungkin juga ajakan atau hasutan, senantiasa dicerna dan direnungkan terlebih dahulu, sehingga bisa mengambil sikap secara arif dan bijaksana.
Itulah makna Semar, yang dalam rencana aksi Deklarasi Masyarakat Antifitnah Yogyakarta, Purworejo, Magelang dan sekitarnya (Yojomase), akan menjadi maskot utamanya. Tujuannya, sederhana, hanya ingin mengingatkan kembali kepada masyarakat akan budaya bangsa sendiri, yang sarat dengan nilai-nilai kearifan.
Maka, hoax yang membuat para pemimpin negara ini seolah kebakaran jenggot itu sebenarnya juga masalah sederhana. Artinya, perangkat yang diperlukan untuk mencegah beredarnya hoax berikut segala dampaknya itu sejak dahulu sudah ada. Yaitu, Pancasila.
Sukarelawan Yojomase, Boni Soehakso, dalam gelar persnya terkait rencana deklarasi Masyarakat Antifitnah Yojomase, 22 Januari mendatang mengatakan, Pancasila itu adalah rangkuman dari nilai-nilai budaya luhur yang tidak terhingga jumlahnya di Indonesia. Menurunnya pemahaman dan pengamalan terhadap ideologi Pancasila selama ini, telah mengakibatkan terkotak-kotaknya masyarakat kepada kesukuan, ras, agama dan kelompok, sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan menurunnya pemahaman dan pengamalan Pancasila, membuat hoax yang berisi hasutan, fitnah dan ujaran kebencian, mudah sekali dipercaya dan serta-merta diedarkan, tanpa merenungkan dan mengendapkannya terlebih dahulu. Karena itu, Yojomase mengangkat Semar sebagai maskot deklarasi gerakan masyarakat anti fitnah. Agar masyarakat kembali kepada budayanya sendiri yang penuh kearifan, kebijaksanaan, saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Sederhana saja, bukan? Hoax yang selama ini meresahkan dan dianggap sulit diperangi itu tidak harus selalu dilawan dengan menghadirkan fakta kebenarannya. Bahwa, penegakkan hukum bagi para pelaku pembuat dan penyebar hoax, perlu juga dilakukan sebagai langkah tegas pemerintah. Namun, jauh lebih penting lagi adalah menyadarkan dan membangun kesadaran intelektual masyarakat, agar tidak mudah termakan issue alias hoax.
Yojomase sendiri menawarkan solusi dengan menggiatkan lagi kegiatan literasi di berbagai bidang dan harus menyentuh setiap lapisan masyarakat. Melalui kegiatan literasi, penggunaan gadget bisa dikurangi, sekaligus meningkatkan kecerdasan dan daya kritis masyarakat, serta mengenal kembali jati diri bangsa sendiri yang sebenarnya penuh dengan kearifan dan nilai budaya adiluhung.

Jurnalis : Koko Triarko / Editor : ME. Bijo Dirajo / Foto : Koko Triarko

Lihat juga...