Lima Puluh Tahun Narko Tekuni Usaha Kerajinan Gerabah

Selanjutnya, tanah liat dan pasir dikeluarkan lagi untuk diinjak-injak, sebelum dilakukan pembentukan. Selesai diinjak-injak, tanah lia yang telah bercampur pasir mulai dibentuk. Proses pembentukan ini biasanya dilakukan oleh istri Narko. Usai dibentuk, tanah liat kemudian dikering-anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari selama kurang lebih tiga hari.

Setelah itu, barulah masuk ke tahap terakhir, yaitu pembakaran. Dalam tahap ini, semua tanah liat yang telah dibentuk dan dikering-anginkan dibakar secara bersamaan di atas serabut kelapa, yang kemudian ditimbun dengan sekam selama tiga jam. Pembakaran harus dilakukan secara bersamaan, agar menghemat biaya produksi.

“Ciri gerabah yang sudah matang atau sudah jadi, bisa dilihat dari warnanya yang  awalnya berwarna coklat menjadi merah,” terang  Narko.

Gerabah buatan Narko bersama istrinya.

Dalam sehari, Narko bersama istrinya bisa memproduksi 50-100 gerabah, tergantung cuaca dan kondisi kesehatannya. Adapun kerajinan gerabah yang dibuat Narko, kebanyakan berupa alat-alat untuk memasak seperti cobek atau cuek, wajan dan panyaran yang merupakan tempat untuk membuat kue serabi.

Karena tidak memiliki jaringan pemasaran, Narko hanya bisa menjual gerabahnya kepada tengkulak dengan harga yang murah, yakni berkisar antara Rp. 1.000 hingga Rp. 3.000 per biji. “Nanti kalau gerabah sudah selesai dibakar, biasanya para tengkulak akan datang dengan sendirinya,” ungkapnya.

Meskipun dijual dengan harga yang murah, Narko mengaku tidak terlalu mempermasalahkannya, karena dengan harga jual Rp. 1.000-3.000 tersebut, baginya sudah cukup menghidupi istri dan seorang anak perempuannya hingga jenjang Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), yang sekarang sudah menikah.

Lihat juga...