YOGYAKARTA — Sebagai pusat kerajaan, Kraton Kasultanan merupakan bangunan megah yang pertama kali dibangun di kota Yogyakarta. Selain menjadi bangunan tertua, Kraton juga sekaligus menjadi simbol kebesaran kota hingga saat ini.
Dibangun sekitar tahun 1755 hingga 1756, Kraton Yogyakarta berdiri megah di area seluas kurang lebih 14 hektar. Kraton dibangun atas rancangan Raja Pertama, Sri Sultan Hamengkubuwono I, dengan mengadopsi konsep bangunan Kraton Jawa pada masa-masa sebelumnya, yang kaya akan nilai-nilai dan ajaran luhur.
Meski telah berusia sekitar 260 tahun, kraton masih difungsikan sebagai kompleks tempat tinggal raja hingga saat ini. Mengalami beberapa kali renovasi, kraton juga tercatat sebagai bangunan warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1995.
Salah seorang pengelola sekaligus edukator dari Tepas Kepariwisataan Kraton Yogyakarta, Siti Amirul menjelaskan, secara fisik keseluruhan bangunan kraton terdiri dari tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler, Kamandhungan Ler, Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul, dan Siti Hinggil Kidul.
Masing-masing kompleks bangunan kraton tersebut memiliki tingkatan serta fungsi yang berbeda-beda. Bangunan paling depan atau paling utara adalah Pagelaran. Pagelaran merupakan tempat para penggawa kesultanan menghadap Sultan pada saat upacara resmi.
Di selatan Pagelaran terdapat kompleks Siti Hinggil yang biasa digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Di kompleks ini terdapat sejumlah bangunan yakni bangsal Manguntur Tangkil sebagai tempat duduk raja pada saat pelantikan Sultan ataupun Pisowanan Agung. Serta Bangsal Witono yang digunakan untuk meletakkan lambang atau pusaka kerajaan.
“Di bangsal Manguntur Tangkil ini lah dulu pernah dilakukan pelantikan Presiden Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Yakni pada tahun 1949,” ujarnya.
Di bagian selatan kompleks ini terdapat sebuah lorong dari dinding benteng atau Cepuri serta sebuah gerbang besar, yang disebut Regol Brojonolo. Gerbang inilah yang menghubungkan kompleks Siti Hinggil dengan kompleks Kamandhungan di sebelah selatannya.
“Di kompleks Kamandhungan terdapat bangunan utama yang disebut Bangsal Ponconiti. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat pengadilan atau mengadili perkara di lingkunhan kerajaan,” jelasnya.
Sementara itu kompleks Sri Manganti berada di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler. Antara dua kompleks ini terdapat Regol Sri Manganti. Di dalam kompleks ini pula terdapat bangunan yang disebut Bangsal Sri Manganti yang biasa digunakan untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan.
“Di kompleks Sri Manganti juga terdapat Bangsal Traju Mas di sisi sebelah timur. Dahulu bangsal ini juga digunakan sultan untuk menyambut tamu kerajaan,” katanya.
Memasuki inti kompleks bangunan kraton, terdapat sebuah pintu gerbang dengan arca raksasa Dwarapala yang disebut Regol Donopratopo. Pintu gerbang ini tepat berada di sisi selatan kompleks Sri Manganti. Regol Donopratopo inilah yang menghubungkan kompleks Sri Manganti dengan kompleks inti kraton yakni Kedhaton.
“Kedhaton merupakan kompleks paling inti dari keseluruhan bangunan kraton. Di kompleks Kedhaton ini terdapat sejumlah bangunan penting seperti Bangsal Kencono, Dalem Ageng Proboyekso, Gedhong Jene, serta kompleks Kasatrian dan kompleks Keputren,” jelasnya.
Bangsal Kencono sendiri merupakan bangunan inti Kraton yang dikenal sakral. Tempat ini hanya digunakan untuk menggelar acara-acara penting kraton seperti penobatan sultan, perkawinan putra mahkota, penyampaian titah raja dsb. Sementara itu, bangunan inti lain yang paling sakral dan wingit adalah Dalem Ageng Proboyekso, yang merupakan tempat untuk menyimpan pusaka kerajaan, tahta sultan, lambang kerajaan dan benda keramat lainnya.
“Bangunan ini selalu tertutup. Hanya digunakan saat ada kegiatan penting kerajaan saja. Tidak sembarang orang bisa masuk. Hanya abdi dalem kraton senior terpilih saja yang boleh masuk. Itupun hanya pada saat-saat tertentu,” tuturnya.
Masih di kompleks Kedhaton juga terdapat bangunan megah yang disebut Gedhong Jene. Bangunan ini merupakan tempat tinggal resmi Sultan yang bertahta. Namun bangunan ini hanya digunakan sebagai tempat tinggal sampai masa Sultan HB IX. Setelahnya bangunan menghadap timur ini hanya difungsikan sebagai kantor pribadi. Sementara Sultan tinggal dan menetap di Keraton Kilen.
“Di sebelah selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan ke kompleks Kemagangan. Kompleks ini biasa digunakan untuk para abdi dalem kraton. Lalu di selatannya lagi ada kompleks Kamandhungan Kidul. Dan yang paling selatan atau paling belakang adalah kompleks Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad. Yakni terletak di sebelah utara alun-alun Kidul,” pungkasnya.
Jurnalis : Jatmika H Kusmargana / Editor : ME. Bijo Dirajo / Foto : Jatmika H Kusmargana