Gubernur Bali Janji Usut Perizinan Gelap Transportasi Online

MINGGU, 30 OKTOBER 2016

BALI — Selain polemik pro dan kontra reklamasi Teluk Benoa, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika juga merasa digantung oleh permasalahan transportasi berbasis online yang sampai kini belum ada kepastian dari Pemerintah Pusat.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika
Terkait hal itu, Gubernur Pastika berjanji segera menyelesaikan kedua persoalan itu secepatnya dengan melayangkan surat untuk meminta ketegasan Pemerintah Pusat.
“Tidak usah keras-kerasan, saya akan selesaikan sesuai aturan. Memang kalau tidak segera kita tangani dan dibiarkan berlarut-larut, takutnya bisa terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Kadis Perhubungan saya minta segera diselesaikan, karena ini menjadi pekerjaan yang cukup serius dan harus berkonsentrasi menyelesaikan bersama pihak terkait supaya segera ada penyelesaian. Ini pekerjaan serius di bawah koordinasi Sekda” tegas Gubernur Pastika saat Simakrama Gubernur Bali ke-84 di Wantilan DPRD Bali.
Gubernur Bali dua periode itu menyatakan terkait situasi dan kondisi yang terjadi di Bali seperti maraknya aksi demonstrasi terkait dua permasalahan tersebut, hendaknya menjadi bahan pertimbangan pusat untuk segera mengambil langkah tegas, karena dikhawatirkan akan berimbas pada citra pariwisata Bali.
“Bukan saya bermaksud menyalahkan. Persoalan ini adalah persoalan mendasar yang menyangkut banyak hal sehingga saya meminta ketegasan dari pemerintah pusat untuk segera mengambil keputusan. Saya tidak mau ada konflik apapun di Bali dan membuat kita sesama saudara Bali bertengkar karena hal ini akan berpengaruh besar pada pariwsata kita,” ungkap Pastika.
Sikap tegas orang nomor satu di Bali itu dipicu oleh pernyataan Ketua Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar-B), Ketut Witra yang meminta Gubernur Pastika agar segera menyelesaikan persoalan transport online. Menurut Witra, aplikasi online itu datang begitu saja dan tidak pernah membayar pajak apapun.
“Kami sampaikan sesuai PM32, aplikasi online itu tidak memenuhi aturan dan mekanisme yang ada. Terbukti sudah sekian tahun beroperasi, selama ini tidak pernah membayar pajak apapun aplikasinya, sedangkan toko online saja memiliki badan hukum dan aplikasinya itu bayar pajak kepada pemerintah,” sentilnya.
Menurut Witra sopir transport lokal tidak alergi dengan IT, karena juga terbiasa melayani tamu melalui BBM, WA ataupun e-mail. Akan tetapi kemajuan teknologi bukan berarti bisa melabrak segala aturan dan tatanan yang ada. Seperti halnya dengan maraknya masalah transport online, jika dikaitkan lagi dengan toko online, tentu sangat berbeda. Karena toko online hanya menjadi tempat pajangan dan transaksi, tidak pernah menentukan harga dari produk mitranya.
“Toko online itu jelas badan hukumnya dan membayar pajak atas transaksi yang terjadi melalui web mereka. Berbeda dengan aplikasi transport online seolah-olah seperti operator taksi. Sementara badan usahanya tidak jelas. Bahkan uang Top Up minimal 200 ribu per sopir setiap minggu larinya kemana? Apalagi tidak dikenakan pajak karena tidak jelas badan usahanya dan tidak terdaftar di Bali,” jelasnya.
Selain itu yang paling disesalkan Witra, akibat adanya taksi online ini, malah dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk jual beli izin angkutan, sehingga merugikan transport lainnya. Khususnya taksi online berperan sebagai operator taksi dan mereka merekrut dan melakukan kesepakatan, sehingga dikatakan Witra bisa menjual ijin untuk mengambil penumpang.
“Kalau masuk online itu membayar 1,5 juta. Sesudah beroperasi 1 bulan harus membayar sisanya lagi 4,5 juta. Kami ada rekamannya yang akan saya laporkan ke Gubernur. Karena saya bicara sesuai fakta. Ini sangat mengejutkan benar sekali harus membayar 1.5 juta diawal untuk izin dan 4.5 juta setelah 1 bulan. Padahal kita tahu bahwa ijin sudah Pak Gubernur tutup,” beber Witra.
Ketua Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar-B), Ketut Witra
Gubernur Pastika diminta mengusut dengan baik dan oknum-oknum yang ada di Organda Bali diminta ‘dihabiskan’ dulu, karena mereka sudah merekrut dan menjual izin.
“Saya sudah memberi tahu anggota agar tidak terjadi hal-hal yang melanggar hukum. Tolong Gubernur periksa koperasi yang anggotanya sampai ribuan. Mereka sudah jual izin. Padahal Gubernur sudah menyetop izin dari April lalu. Lalu darimana ijinya sampai beribu-ribu dijual oleh transport online. Uang penyetorannya itu kemana? Hal ini harus diperiksa, khususnya oknum-oknum koperasi yang bermain jual beli ijin. Kita minta itu juga ditelusuri Gubernur,” pintanya.
Witra meminta persoalan angkutan online ini diselesaikan dengan baik. Karena dibawah sudah menanyakan aplikasi itu ditutup atau tidak? Apakah diblokir atau tidak? Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Tolong Gubernur dan instansi terkait diselesaikanlah. Menteri Perhubungan juga menyampaikan jika daerah menolak angkutan online keputusannya di Dishub Bali. Jika ada niat seharusnya bisa diblokir di Bali. Karena selama ini mereka tidak mau mengikuti aturan yang berlaku disini,” harapnya.
“Kami kan sudah taat mengikuti aturan dan mekanisme yang berlaku dan membayar pajak. Tolong hormati itu. Desa adat juga melarang online, DPRD Bali juga mendukung itu. Jadi investor yang datang silahkan saja, yang penting bayar pajak. Kalau tidak mau bayar pajak, kita sendiri saja yang bayar pajak,” tegasnya.

Jurnalis : Bobby Andalan / Editor : ME. Bijo Dirajo / Foto : Bobby Andalan

Lihat juga...