JUMAT, 15 APRIL 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Miechell Koagouw
JAKARTA TMII — Pembangunan anjungan Provinsi Banten di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dimulai pada tahun 2008 dan diresmikan pada 18 April 2009 oleh Gubernur Provinsi Banten, Ratu Atut Chosiyah. Anjungan ini mengambil bentuk bangunan utama berarsitektur Masjid Agung Banten lama yang dibangun oleh Sultan Maulana Hasanudin pada tahun 1566.
![]() |
Dokumentasi kesenian Rampak bedug khas Provinsi Banten |
Jika mendengar kata ‘Banten’ maka yang muncul dalam benak pengunjung adalah kesenian debus (seni olah kanuragan pencak silat yang dipadukan dengan kekebalan tubuh), serta eksotisme Suku Baduy yang merupakan komunitas adat asli daerah Banten. Namun ada hal menarik dari sekedar kesenian debus khas baduy di anjungan Provinsi Banten TMII. Berikut adalah hasil liputan khusus Cendana News.
Tiba dipelataran anjungan, pengunjung disuguhi deretan bedug yang menjadi kelengkapan kesenian Rampag Bedug. Keunikan kesenian ini adalah dilakukan oleh sekelompok gadis berbusana muslimah. Rampak Bedug adalah kesenian yang mengedepankan keterampilan dan kelincahan dalam memukul bedug.
Masuk ke dalam anjungan maka pengunjung langsung berhadapan dengan segala jenis replika benda-benda budaya masyarakat Banten yang banyak diwakili oleh budaya dan adat istiadat Suku Baduy. Masyarakat Banten khususnya masyarakat Baduy kebanyakan bermata pencaharian dengan berladang atau bertani.
Diorama baju adat tradisional banten yang mengambil warna dasar hitam (baju suku baduy) tampak elegan menempati sisi kiri ruang dalam anjungan. Ikat kepala bagi pria dan hijab wanitanya menggunakan motif batik khas baduy dengan perpaduan warna antara hitam dan biru. Busana Adat Banten berikutnya adalah busana kebaya wanita dan safari pria yang sekilas mirip dengan baju betawi. Hal ini dikarenakan adanya penggabungan etnis antara masyarakat Banten dan Betawi (suku asli Jakarta) sejak zaman dahulu kala.
Banten memiliki kekayaan motif batik khas baduy dengan ciri khas warna dasar yang cenderung sama yakni abu-abu lembut serta menggunakan asal motif yang sama yaitu artefak kreweng terwengkal. Setiap motif batik memiliki nama serta maknanya tersendiri.
Berikut adalah motif-motif batik khas baduy, antara lain :
1. Motif Pasulaman, tempat tinggal pengrajin sulaman di banten
2. Motif Sabakingking, berhubungan dengan gelar Panembahan Maulana Hasanudin
3. Motif Kapurban, berhubungan dengan gelar Pangeran Purba
4. Motif Surosowan, tempat menghadap raja (sura-pa-sowan)
5. Motif Pasepen, tempat meditasi Sultan
6. Motif Kawangsan, berhubungan dengan gelar Pangeran Wangsa
7. Motif Pancaniti, bangsal dimana raja menyaksikan pelatihan para prajurit
8. Motif Mandalikan, berhubungan dengan Gelar Pangeran Arya Mandalika
9. Motif Datulaya, tempat tinggal Pangeran (Datu = Pengeran, Laya = tempat tinggal)
10. Motif Pamaranggen, tempat tinggal para pengrajin keris (salah satu senjata tradisional banten)
Selain Baduy, daerah lain di wilayah Banten yang memiliki motif batik menarik adalah kabupaten dan kota Tangerang. Berikut adalah motif-motif batik khas Tangerang :
1. Motif Relung Nyimas Melati, perpaduan warna biru, putih, dan merah, dimana wanita dan bunga melati menggambarkan sosok Pahlawan wanita Tangerang bernama Nyimas Melati sekaligus unsur tarian cokek sebagai sebuah tarian khas kota tangerang. Gambar berbentuk gelembung air mewakili letak geografis tangerang yang berada di aliran sungai cisadane.
2. Motif Sungai Cisadane, perpaduan warna hitam, hijau, dan putih, menggambarkan betapa aliran sungai cisadane berikut segala kekayaan yang terkandung didalamnya sangat berarti bagi kota tangerang.
3. Motif Perahu Naga, perpaduan warna merah muda, abu-abu, dan putih, menggambarkan lomba perahu naga yang sering diadakan oleh Pemerintah kota tangerang maupun kabupaten tangerang di sungai cisadane.
4. Motif tari cokek, perpaduan warna merah, biru muda, dan putih, menggambarkan tarian khas masyarakat tangerang bernama tari cokek cisadane.
5. Motif Akhlakul Karimah, perpaduan warna merah, hitam, dan putih, dengan lafadz ‘Allah’ berbentuk ka’bah melambangkan motto hidup masyarakat tangerang yang akhlakul karimah.
6. Motif Al-Adzom, perpaduan warna merah muda dan putih, menggambarkan wanita tangerang sebagai wanita berakhlak serta mempunyai dasar religi yang kuat.
7. Motif Tangerang Herang, perpaduan warna biru, merah, dan putih, menggambarkan sejarah perjuangan rakyat tangerang melalui Nyimas Melati di zaman kolonial Belanda, dan gambar kotak berjumlah sepuluh adalah simbol Pintu Air 10 yang merupakan salah satu situs peninggalan Belanda di tangerang.
Beranjak ke bagian tengah anjungan, pengunjung dapat menyaksikan kearifan budaya masyarakat baduy yang diwakili oleh miniatur rumah adat tradisional bersanding dengan lumbung padi. Tepat didepan miniatur rumah adat baduy, terdapat Al-Qur’an masyarakat Banten dengan hiasan iluminasi ukiran peninggalan kerajaan Sarosowan tempo dulu yang melingkar di setiap Juz.
Sayap kanan anjungan menyuguhkan beberapa miniatur rumah adat masyarakat lebak dan pandeglang berikut ragam peralatan musik tabuh tradisional masyarakat Banten menyerupai gendang bernama Hajir, serta rebana bulat besar dan sedang bernama Terbang Rudat dan Terbang Biang.
Disamping itu, berbagai replika peralatan makan, kerajinan tangan, foto-foto masyarakat baduy sedang menenun kain, replika hewan badak khas Banten sebagai simbol pelestariannya di Taman Nasional Ujung Kulon, ukiran-ukiran khas masyarakat cilegon, senjata-senjata keris tradisional, sampai makanan tradisional khas masyarakat banten berupa sate lilit yang berbahan dasar ikan laut dapat disaksikan miniaturnya. Sebagai penutup, maka pengunjung bisa mengabadikan dokumentasi baju tradisional Ibukota Provinsi Banten, yakni kota Serang melalui baju adat tradisional ‘Nong dan Kang’ Serang.
Melalui kunjungan ke anjungan Provinsi Banten, tersingkap makna bahwa kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Hal ini tercermin dari bagaimana masyarakat baduy membuka diri bagi etnis-etnis lain seperti Tionghoa, Betawi, Arab yang akhirnya menghasilkan khasanah budaya serta adat istiadat dari perpaduan tersebut.