JUMAT, 15 APRIL 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Miechell Koagouw
JAKARTA TMII — Kota Palu adalah Ibukota dari Provinsi Sulawesi Tengah. Provinsi ini didiami oleh beberapa suku, yakni suku Kaili, Pamona, Mori, Bungku, Saluan, Banggai, Balantak, Buol, dan Toli-toli. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki wilayah paling luas diantara semua provinsi di pulau sulawesi dengan kepadatan penduduk terbesar kedua setelah Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuh puluh tiga persen penduduk Sulawesi Tengah memeluk Agama Islam, dua puluh lima persen memeluk Agama Kristen, sisanya terbagi sebagai pemeluk Agama Budha dan Hindu. Walaupun beragam suku dan agama nya, namun sejak dahulu provinsi ini dikenal dengan toleransi antar suku dan pemeluk agama.
Rumah adat ‘Souraja’ sebagai bangunan utama anjungan Provinsi Sulawesi Tengah TMII |
Anjungan Sulawesi Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) memamerkan keragaman budaya masyarakat setempat. Memasuki area anjungan, telah menanti rumah adat bangsawan kaili bernama ‘Souraja’. Keunikan bangunan yang dijadikan anjungan utama provinsi Sulawesi Tengah TMII ini adalah setiap ruangan memiliki nama sesuai kegunaannya masing-masing. Teras rumah terasa teduh sekali dengan nuansa kayu pelitur.
Memasuki ruangan pertama bernama ‘lonta karavana’ atau tempat tuan rumah menerima tamu. Ruangan ini dilengkapi beragam hiasan dari kain sulam berwarna-warni khas Kabupaten Poso. Ruang selanjutnya bernama ‘lonta tatangana’, berfungsi sebagai ruang pertemuan keluarga besar. Oleh pengelola anjungan, ruangan ‘lonta tatangana’ merupakan tempat diletakkannya berbagai busana adat pengantin tradisional bangsawan kaili.
Semakin masuk kedalam maka tiba saatnya menikmati suasana ruangan yang diberi nama ‘lonta riarana’ yang terdiri dari kamar tidur pengantin, anak gadis, bujang, orang tua, dan tamu. Sedangkan untuk kamar tidur yang ditempati pasangan pengantin yang sudah memiliki anak bayi, maka ditempatkan pula diorama tempat tidur bayi tradisional lengkap dengan ornamen sapu lidi serta kayu-kayuan disudut tempat tidurnya. Sapu lidi merupakan tradisi atau kearifan lokal masyarakat Indonesia untuk mengusir roh halus.
Ruang terakhir bernama ‘avu’, yakni dapur. Terletak dibelakang rumah, tersambung dari bagian utama rumah melalui sebuah jembatan penghubung yang sudah dikemas sedemikian rupa agar tidak nampak dari luar bahwa ada ruangan yang sambung menyambung menjadi satu di dalam rumah.
Rumah adat berikutnya adalah Rumah Adat Lobo. Kegunaan aslinya adalah untuk pertemuan adat baik pertemuan rutin antar kepala suku, antar kepala suku dengan anggota suku, serta tempat pemberian sangsi adat bagi siapapun yang melakukan pelanggaran. Rumah adat memanjang ini ditopang oleh kayu-kayu besar bulat nan kokoh. Bangunan difungsikan oleh pengelola anjungan sebagai tempat memamerkan berbagai busana adat tradisional seluruh daerah di sulawesi tengah. Tangga masuk ke ruangan utama rumah adat lobo berada disisi bangunan dengan hiasan ornamen replika kepala anoa diujung tangga. Anoa adalah seekor hewan kerbau yang termasuk golongan fauna lokal sulawesi tengah selain babirusa, monyet tonkena, kuskus marsupial sulawesi, dan burung maleo. Perbedaan Anoa dengan kerbau adalah, kerbau merupakan hewan ternak sedangkan Anoa baik yang di pegunungan maupun di tanah dataran rendah Sulawesi Tengah adalah hewan liar yang sulit dijinakkan. Mungkin hal ini yang membuat PT.Pindad (persero) membuat kendaraan militer jenis APS-3 “Anoa” atau dikenal dengan ‘panser anoa’ untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI). ‘Panser anoa’ menyimpan filosofi ‘sulit dijinakkan lawan’. Adapun ‘panser anoa’ itu sendiri sekarang sudah melanglangbuana sampai ke luar negeri bersama Pasukan GARUDA Indonesia sebagai bagian dari pasukan perdamaian dunia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di wilayah konflik.
Turun dari Rumah Adat Lobo, maka tiba saatnya masuk ke bangunan luas yang berfungsi sebagai tempat bagi pengelola anjungan menyelenggarakan pagelaran seni dan budaya Sulawesi tengah disaat tertentu sesuai kalender kegiatan resmi anjungan Sulawesi tengah TMII. Di ruang pagelaran seni budaya ini terdapat peralatan musik khas sulawesi tengah yakni ‘kakula’ atau sejenis gamelan bersuara nyaring (sekilas seperti ‘talempong’ dari Sumatera barat), lalove (alat musik tiup serupa dengan suling namun namun agak memanjang), Jimbe (alat musik pukul/tabuh dengan bentuk khusus), serta Gong (alat musik pukul berbentuk bulat besar). Peralatan musik ini biasanya digunakan untuk mengiringi tarian tradisional Sulawesi tengah salah satunya Tari Dero dari Poso, yang adalah tari pengucapan syukur atas panen atau seringkali dijadikan simbol pertemuan muda-mudi.
Satu lagi tradisi yang sekarang agak tergeser dari kehidupan masyarakat Sulawesi tengah khususnya Kota Palu adalah prosesi adat Balia, yakni permohonan kesembuhan atas penyakit dan sebagainya yang diadakan oleh golongan keluarga ningrat dengan syarat adat berupa penyembelihan seekor kerbau atau sapi.
Di seberang ruang pagelaran seni budaya, berdiri kokoh Rumah Adat Tambi yang aslinya digunakan sebagai rumah tinggal masyarakat pada umumnya sekaligus lumbung padi. Keunikan bangunan ini adalah, dari luar terlihat kecil mengerucut namun ternyata didalamnya terdiri dari dua lantai.
Bangunan terakhir adalah ruangan bersama sebagai kantor pengelola sekaligus ruang penjualan beragam cinderamata maupun souvenir yang bisa dibeli oleh setiap pengunjung yang datang ke anjungan Sulawesi Tengah TMII.
Sama seperti daerah-daerah lain yang memiliki keragaman dari berbagai sisi kehidupan masyarakatnya, maka provinsi Sulawesi tengah juga mampu menjadikan keragaman tersebut sebagai sebuah persamaan bahwa mereka semua adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hal ini dapat dilihat juga dengan penggunaan bahasa pengantar di daerah ini yang sebagian besar menggunakan Bahasa Indonesia sebagai perekat masyarakat.