SELASA, 8 MARET 2016
Jurnalis: Agus Nurchaliq / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber foto: Agus Nurchaliq
MALANG — Menolak harga ganti rugi yang ditawarkan panitia pengadaan tanah, puluhan warga Kelurahan Madyopuro Kecamatan Kedungkandang terdampak pembangunan Jalan Tol Pandaan-Malang menggelar aksi demo di depan Balaikota Malang, Selasa (8/3/2016).
![]() |
Aksi demo di depan Balaikota Malang |
Dengan membawa berbagai tulisan, mereka mengungkapkan kekecewaan terhapap panitia pengadaan tanah pembangunan terkait penilaian ulang atas tanah, bangunan dan harga ganti rugi.
Selasa pagi melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Balaikota Malang. Mereka yang melakukan aksi turun ke jalan ini merupakan warga yang rumahnya .
Warga menilai banyak terjadi kesalahan dan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Warga juga menuduh panitia langsung mengeluarkan harga ganti rugi tanpa melakukan komunikasi dengan warga terlebih dulu dan harga yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi di pasaran sehingga jauh dari kata layak.
Selain melakukan orasi, warga juga mengirimkan beberapa orang perwakilan untuk bertemu langsung dengan Walikota Malang Mochamad Anton (Abah Anton) dan pihak terkait lainnya. Namun sayang perwakilan warga tidak dapat menemui orang nomer satu di kota Malang tersebut, karena tidak berada di tempat.
Endi Sampurna, seorang perwakilan warga mengaku kecewa karena tidak dapat bertemu langsung dengan Walikota Malang.
“Saya kecewa tidak dapat bertemu langsung dengan Abah Anton. Kami justru dipertemukan dengan asisten yang notabene bukan orang yang dapat mengambil keputusan,”keluhnya kepada awak media, Selasa (8/3/2016).
Endi mengatakan, ia bersama warga lainnya yang terkena dampak pembangunan jalan Tol melakukan aksi turun ke jalan karena data yang dipegang panitia banyak yang salah. Ia mencontohkan, ada rumah warga yang letaknya bersebelahan namun harga tanah yang diberikan berbeda.
Endi mengaku bahwa sebenar ia bersama warga yang lain mendukung pembangunan jalan tol, namun ia juga tidak ingin menjadi pihak yang dirugikan.
“Kalau kami mendukung pembangunan jalan tol, tapi justru kita yang menjadi korban dengan penentuan-penentuan harga yang tidak layak, jelas kita tidak mau,”tegasnya.
Saat ditanya mengenai harga ganti rugi tanah yang layak menurut warga, Edi menjawab kurang lebih Rp.11 juta per meternya. Menurutnya harga tersebut mengacu pada harga tanah tiga tahun yang lalu yang dihargai enam juta Rupiah.
“Tiga tahun yang lalu tanah di sebelah pernah di beli dengan harga enam juta Rupiah per meternya oleh salah satu bank. Jadi kalau dihitung-hitung harga tanah sekarang bisa mencapai sebelas juta per meternya,”terangnya.
Ia menambahkan, kalau harga tanah tiga tahun yang lalu saja sudah mencapai enam juta Rupiah per meternya, kenapa sekarang harga tanah hanya dihargai oleh panitia paling tinggi 3,9 juta Rupiah per meternya. Menurutnya harga yang diberikan oleh panitia tidaklah wajar, warga tidak akan bisa membeli rumah lagi dengan uang pengganti tersebut.
“Rumah saya dibeli dengan harga sekian, berarti uang tersebut harus cukup untuk saya membeli rumah baru, itu baru namanya wajar,”ucapnya.
![]() |
Endi Sampurna, perwakilan warga |
Endi juga menyayangkan bahwa selama ini hanya berjalan komunikasi satu arah, dalam artian ia bersama warga tidak diajak untuk berkomunikasi terlebih dulu.
“Tiba-tiba saja dari pihak panitia memberikan statmen bahwa harga tanah paling tinggi enam juta Rupiah per meter, padahal pada kenyataannya tidak ada tanah warga yang dihargai sebesar itu. Harga tanah tertinggi hanya sebesar 3,9 juta Rupiah,”akunya.
Endi menyebutkan, dari 212 rumah warga yang terdampak, hanya 44 orang warga yang menyetujui harga tersebut. Menurutnya, warga yang setuju tersebut takut dengan ancaman panitia yang akan membawa berkas-berkasnya ke pengadilan.
Endi juga menyampaikan, jika kesepakatan harga ganti rugi tidak kunjung disepakti, pihaknya akan memberikan solusi dengan meminta untuk di relokasi, rumah diganti dengan rumah.
“Rumah kita di gusur, kita minta ganti rumah tapi dengan syarat lokasinya juga harus layak dan sepadan. Kalau rumah kami berada di pinggir jalan raya, berarti kami juga harus di relokasi di rumah yang berada di pinggir jalan raya,”ucapnya.

Endi menyampaikan, jika tuntutan mereka tetap tidak direspon dan dipenuhi, ia mengancam akan kembali melakukan aksi yang sama dengan jumlah massa yang lebih banyak. Bahkan ia mengaku siap membawa permasalahan ini ke pemerintah Provinsi dan juga pemerintah Pusat.