MINGGU, 6 MARET 2016
Jurnalis : Turmuzi / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Cendana News
CATATAN JURNALIS — Impor beras bagi Badan Urusan Logistik (Bulog) terutama di Nusa Tenggara Barat (NTB) seakan menjadi agenda rutin yang selalu dilakukan setiap tahun. Kekurangan ketersediaan pasokan seringkali menjadi dalil pembenaran Bulog melakukan impor beras ke NTB untuk menutupi kekurangan persediaan yang sudah ada, sampai menunggu musim panen tiba.
![]() |
Beras Bulog |
Selain dilakukan untuk menutupi kekurangan persediaan, Impor beras juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan beras miskin (raskin) bagi kalangan masyarakat kurang mampu.
Di sisi lain produksi beras petani NTB setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Tahun 2015 saja, produksi gabah petani mencapai 2,4 juta ton dan hanya mampu terserap bulog sebesar 100 ribu ton dengan harga pokok penjualan (HPP) hanya 7.300 perkilogram.
Kondisi tersebut jelas sangat kontras dan menimbulkan pertanyaan, NTB yang selalu surplus beras dan oleh pemerintah pusat semenjak era pemerintahan Presiden Soeharto dengan keberhasilan pola tanam gugur ancah (Gora) ditetapkan sebagai salah satu daerah terbesar penyumbang dan penyangga swasembada pangan nasional.
Bahkan belakangan, selain padi, NTB juga menjadi derah penghasil dan penyuplai bawang merah dan jagung terbesar dari sekian daerah di Indonesia, namun semua keberhasilan petani NTB bidang pangan tersebut seakan tidak berguna dan bernilai apa – apa dengan kebijakan tidak populis Bulog yang masih doyan melakukan impor beras.
Tidak heran kondisi tersebut membuat Gubernur NTB menjadi kecewa dan geram dengan Bulog yang selalu membuat kebijakan yang dinilai selalu merugikan petani. Tahun 2015 kemarin menjadi puncak kekecewaan dan kemarahan Gubernur NTB, Zainul Majdi menghiasi media massa, mengeluarkan statemen keras, menuding adanya praktik mafia beras di lingkungan Bulog.
Majdi menilai kekurangan persediaan beras terjadi karena Bulog tidak serius melakukan penyerapan gabah petani secara maksimal, sehingga kebijakan impor beras selalu dilakukan dan hal tersebut memang sengaja dilakukan Bulog supaya bisa melakukan impor dan bisa mendapatkan keuntungan.
“Ingat Bulog itu alat negara, bekerja untuk rakyat, jangan jadi rente yang mencari fee dari beras impor” kata Majdi dalam salah satu kesempatan wawancara dengan wartawan di Mataram menyampaikan penolakan terhadap rencana Bilog impor beras ke NTB.
Tidak mau disalahkan, Bulog Wilayah NTB pun berdalih, kalau kebijakan impor yang hendak dilakukan hanya melanjutkan kebijakn dari pusat, termasuk juga terkait rendahnya serapan gabah petani, selain itu, masalah kualitas, pembelian dan besaran serapan yang dilakukan terhadap gabah petani, hanya mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan Undang – Undang.
Sebelumnya pada acara puncak Peringatan Hari Pers Nasionl (HPN) di kawasan Mandalika Resort, Kuta Kabupaten Lombok Tengah, di hadapan Presiden Jokowi dan segenap Menteri yang hadir, Gubernur NTB kembali menyampaikan penolakannya terhadap rencana bulog yang hendak melakukan impor beras ke NTB, termasuk rencana memasukkan beras dari Provinsi Jawa Timur sebesar tujuh ribu ton, karena selain dinilai akan merugikan petani NTB, Impor beras juga tidak dibutuhkan, karena sudah surplus beras.