Mempelajari Ketokohan Pemuka Adat Lokal di Anjungan Provinsi Lampung

SENIN, 21 MARET 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo /  Sumber Foto: Miechell Koagouw

JAKARTA TMII — Anjungan Provinsi Lampung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) diresmikan oleh Gubernur Lampung Sutiyoso pada tanggal 17 April 1975, untuk kemudian diserahkan kepada Ibu Tien Soeharto selaku Ketua Yayasan Harapan Kita, pengelola TMII kala itu. 
Pintu gerbang Anjungan Provinsi Lampung TMII dengan miniatur Menara Siger
Jalan masuk utama berupa Pintu Gerbang (Lawang Kuri) ke Anjungan Lampung Taman Mini Indonesia Indah (TMII) hanya ada satu. Gaya arsitektur Lampung nan indah, dengan miniatur Menara Siger yang aslinya terdapat di bukit dekat Pelabuhan Bakauheni Lampung. Disisi kanan atau bagian timur komplek anjungan terletak bangunan Kantor Pengelola Anjungan (Nawou Kattur), yaitu sebuah bangunan kembar dua lantai yang berfungsi sebagai Kantor Pengelola Anjungan, Perpustakaan, Pelayanan Informasi dan Promosi, serta Ruang Konvensi.
Di sisi kiri atau barat berdiri menghadap ke timur bangunan unik nan kokoh berbahan kayu yaitu replika Rumah adat tradisional Lampung yang disebut Nawou Balak atau Lamban Balak. Bentuknya merupakan kombinasi model rumah masyarakat adat Pepadun dengan masyarakat Sebatin. 
Nawou Balak/Lamban Balak adalah rumah tempat tinggal para Kepala Adat (penyimbang adat) yang dalam bahasa Lampung disebut Balai Keratun. Beranda yang mengelilingi rumah tradisional kepala adat merupakan ciri khusus yang membedakan dengan rumah tradisional rakyat. Rumah adat Nawou Balak difungsikan sebagai tempat peragaan berbagai aspek budaya Lampung. Dan lantai dasarnya (kolong) dimanfaatkan untuk tempat istirahat pengunjung. 
Adapun bangunan asli Nawou Balak terdiri atas beberapa ruangan, yaitu :
1. Lawang Kuri, merupakan gapura
2. Ijan Geladak, merupakan tangga naik menuju pintu masuk rumah
3. Anjungan, yakni serambi depan/teras untuk menerima tamu
4. Serambi tengah, merupakan tempat duduk kerabat pria
5. Lapak Agung, tempat kerabat perempuan berkumpul
6. Kebik Temen (Kebik Perumpu), kamar tidur anak tertua kepala adat (anak penyimbang bumi)
7. Kebik Rangek, kamar tidur anak kedua (anak penyimbang ratu)
8. Kebik Tengah, kamar tidur untuk anak ketiga (anak penyimbang batin)
?Replika Pepadun atau tempat duduk Penyimbang (kepala marga/tiyuh/suku) masyarakat Lampung
Mengawali petualangan di bangunan khas masyarakat lampung dengan masuk melalui pintu depan rumah adat Nawou Balak, maka pengunjung bisa menyaksikan lukisan diri Pahlawan Masyarakat Lampung Raden Intan. Meniti langkah selanjutnya kedalam rumah maka pengunjung langsung disuguhi diorama Pelaminan Saibatin (Pesisir), dengan tempat duduk kedua mempelai yang merupakan ciri khas Adat Saibatin Lampung. Pakaian pengantin yang digunakan adalah Adat ‘Paksi Pak’ Skalabrak Kabupaten Lampung Barat.
Didepan diorama Pelaminan Saibatin terdapat meja makan keluarga dengan berbagai replika peralatan makan tradisional khas lampung. Disamping ruangan makan tersebut terletak rapih tiga kamar tidur. Didalam kamar tidur pertama terdapat Pedanginan, yakni kasur sebanyak 7 (tujuh) lapis/susun melambangkan status sosial tertinggi didalam adat ‘Peminggir’ (pesisir) Lampung barat. 
Disamping tempat tidur terletak rapih Lemari kaca Pengantin, yang merupakan lemari hiasan memakai cermin yang juga sering dipakai pada acara pernikahan dengan dihiasi bermacam-macam bunga. Kamar kedua dan ketiga memiliki bentuk dan penataan tempat tidur yang sama Lemari Gerobok (tempat menaruh makanan sehari-hari) turut dipamerkan tepat didalam kamar tidur kedua.
Dari ruang makan, pengunjung dapat mengakses langsung ruangan disisi kiri rumah adat sekaligus menemukan replika Pepadun atau tempat duduk seorang penyimbang (kepala) marga/tiyuh/suku pada waktu musyawarah adat. Sekarang ini, Pepadun diperuntukkan khusus untuk seorang yang dilantik menjadi Pemuka Adat. Acara ini berlaku bagi penduduk asli Lampung beradat Pepadun terutama Suku Abung, Tulang Bawang, Way Kanan, Pubian, dan Sungkai dengan terlebih dahulu melakukan pemotongan hewan Kerbau sebagai kelengkapan upacara adat tersebut.
Dinding ruangan yang menjadi satu dengan Pepadun dihiasi dengan berbagai gelar adat bagi masyarakat tradisional Keratuan Darah Putih Kalianda, Lampung selatan dengan diwakili topeng-topeng adat. 
Setiap gelar memiliki arti dan ciri khas dari orang yang menyandangnya, diantaranya :
1. Jeghagan, bertugas sebagai Pemimpin rombongan.
2. Si Pudak Tuping Betakhing, bertugas menyampaikan laporan atau pengumuman. Sifatnya pemberani, tidak banyak bicara, dan larinya sangat cepat.
3. Si Pudak Tuping I Khung Balak, tugasnya sebagai penyelidik, yaitu menyelidiki daerah-daerah hutan yang akan dilewati, suaranya sangat keras.
4. Si Pudak Tuping I Khung Balak Pisek, bentuk tubuhnya seperti raksasa, suaranya sangat nyaring, tugasnya memberikan kode suara dari jarak jauh.
5. Si Ikung Bi Khong, bertugas sebagai pengintai di laut putih doh.
6. Si Pudak Tuping Mata Segi, pada umumnya memiliki karakter yang sangat keras, bertugas menentramkan dan menerangkan masyarakat apabila ada kekacauan atau suasana yang gawat, baik dalam rombongan maupun dalam masyarakat setempat.
7. Mata Khenik Kebelah, orangnya selalu waspada, cepat mengetahui keadaan baik di masyarakat maupun mengetahui keadaan musuh dan bertugas juga sebagai pengatur strategi perang.
8. Si Pudak Sikop Khekhecok, bila bicara sangat halus dan lembut bagai seorang wanita, namun keberaniannya melebihi seorang laki-laki.
9. Si Bihom Baguk, tugasnya sebagai pengawas yang mengawasi masyarakat setempat.
10. Si Ikhung Khenik Cungak, tugasnya mengikuti musuh dari balik (secara diam-diam).
Kursi-kursi tamu berikut meja dan berbagai hiasan keramik maupun yang berbahan perak, perunggu, dan kuningan semakin menambah daya tarik ruangan ditambah replika kursi goyang yang berfungsi sebagai kursi santai diletakkan di beranda.
Untuk memasuki bagian belakang rumah maka pengunjung akan melewati diorama keanggunan Pakaian Pengantin Adat “Mego Pak” Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, yakni busana pengantin dengan warna putih berhiaskan ragam perhiasan mahal berkilat khas pengantin Lampung. 
Selanjutnya, pada bagian belakang rumah terdapat sebuah meja tempat diletakkannya ragam replika Kibuk atau Kundi (tempat menyimpan air minum). Terakhir adalah ruang dapur tradisional masyarakat lampung dimana terletak rapi ‘Sekelak’ atau tungku tradisional untuk memasak dengan berbagai macam perlengkapan dapur tradisional masyarakat lampung tempo dulu. Tepat di belakang anak tangga bagian pintu keluar rumah adat, terdapat lagi sebuah bangunan kecil yang menempel dengan rumah adat, bernama Balai Pari.
Berikutnya adalah bangunan besar menghadap ke selatan bernama Balai Adat yang disebut ‘Nawou Sessat’ / Sessat balai agung atau tempat para Purwatin (penyimbang) mengadakan Pepung Adat (musyawarah). 
Adapun bagian-bagian dari bangunan tersebut adalah :
1. Ijan Geladak, tangga masuk yang dilengkapi dengan atap bernama Rurung Agung.
2. Anjungan, serambi yang dipergunakan untuk pertemuan kecil
3. Ruang Tetabuhan, tempat menyimpan alat musik tradisional Talo Balak (kulitang)
4. Gajah Merem, tempat istirahat bagi para Penyimbang
Balai Adat atau Nawou Sessat difungsikan sebagai tempat pameran barang-barang kerajinan masyarakat Lampung.
Orang Lampung menyebut lingkungan perkampungan sebagai Tiyuh, Anek, atau Pekon. Kampung-kampung penduduk asli atau Tiyuh pada dasarnya hingga saat ini belum berubah atau dengan kata lain masih menurut pola lama.
Satu kampung dibagi dalam beberapa bagian yang disebut Bilik/tempat kediaman suku, yaitu tempat bagian ‘Clan’ yang disebut Buway atau kadang-kadang gabungan dari Buway seperti yang terdapat di tiyuh-tiyuh milik masyarakat Adat Pubian. 
Walaupun berada didaerah pegunungan, kebanyakan dari kampung-kampung orang lampung terletak di tepi sungai atau dekat sungai. Baik kampung di tepi sungai, jalan raya, maupun di tepi laut, merupakan kediaman yang mengelompok rapat dan hampir-hampir tidak ada halaman rumah. Hal ini menimbulkan kesan bahwa masyarakat lampung tidak mementingkan halaman, karena kegiatan mereka sebagian besar berada di ladang. 
Bangunan-bangunan pendukung lainnya dari Anjungan Provinsi Lampung di TMII adalah : 
1. Teater terbuka yang disebut Bataiyan, sebuah fasilitas yang diperuntukkan bagi pertunjukkan kesenian.
2.  Area dermaga yang menjorok ke danau Arsipel di bagian belakang yang dilengkapi dengan Gazebo sebagai menara pandang ke arah danau serta Taman Bunga.
3. Kafetaria tempat pengunjung menikmati ragam kuliner khas Lampung serta sajian Kopi Lampung dengan aroma serta rasanya yang sangat khas.
4. Kios Souvenir khas Provinsi Lampung yang didepannya terdapat patung Gajah Lampung lengkap dengan bola kaki. Karena Lampung terkenal dengan Sepak Bola hewan Gajah nya di Way Kambas.
5. Pesanggrahan, tempat menginap atau transit para seniman-seniwati Lampung yang berkegiatan di Anjungan Provinsi Lampung, TMII.
6. Mushola bagi seluruh karyawan anjungan dan pengunjung.
Dokumentasi atraksi Gajah Way Kambas
Anjungan Provinsi Lampung kerap digunakan sebagai lokasi syuting film-film layar kaca atau sinetron tanah air. Dan jika berkunjung ke lampung, maka salah satu daya tarik pariwisata Provinsi Lampung yang sudah ada sejak dahulu adalah penangkaran sekaligus tempat pelatihan gajah di Way Kambas. Atraksi menarik sampai gajah-gajah pintar bermain sepak bola dapat disaksikan di Way Kambas.
Lihat juga...