Kivlan Zen Sebut Komnas HAM Terlibat Memihak Adagium Bahwa PKI tidak Bersalah

SELASA, 29 MARET 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo /  Sumber Foto: Miechell Koagouw

JAKARTA — Kivlan Zen, Mantan Kepala Staf Kostrad (Kaskostrad) dalam siaran persnya menyebutkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terlibat memihak kepada adagium bahwa PKI dan pengikutnya tidak bersalah,  tetapi CIA dan TNI AD yang bersalah.
===
Komunis Gaya Baru (KGB) dengan gencar mendesak Pemerintah Indonesia untuk meminta maaf kepada para korban anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan simpatisannya yang terbunuh oleh histeria massa pada kurun waktu 1965-1970. Caranya dengan menonjolkan kesalahan pemerintah melalui International People Tribunal di Den Haag baru-baru ini.

Selain itu, juga di Festival Belok Kiri di TIM yang gagal dan pindah ke kantor LBH, pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta di Erasmus Huis, dan film Senyap di beberapa tempat. Demikian pula ungkapan kebenaran ideologi kiri di koran dan majalah nasional, dan yang lebih vulgar lagi di majalah sejarah Historia yang menonjolkan kepahlawanan PKI dan pimpinannya yang tidak bertentangan dengan Pancasila.

Semua kegiatan KGB adalah berujung pada pencabutan Tap MPRS No 25/1966 tentang Larangan Partai Komunis Indonesia, dan UU No 27/1999 tentang Makar dan Larangan Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme dan Leninisme.

Gencarnya upaya KGB yang difasilitasi oleh Komnas HAM di mana hanya sepihak ingin menyelesaikan korban anggota PKI, simpatisan dan keluarganya baik moril, materiil, dan kehormatan mereka tanpa menyelesaikan secara komprehensif korban keganasan PKI dan pendukungnya, baik dari pihak TNI maupun masyarakat. Upaya ini dilakukan oleh Komnas HAM dengan mendesak Jaksa Agung agar membentuk Pengadilan HAM untuk mereka yang berhadapan dengan PKI dan pendukungnya.

Semua proses hukum terhadap pemberontakan PKI tahun 1965 telah dilaksanakan melalui sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang dibentuk oleh Bung Karno. Bahkan, ada tuduhan bahwa Bung Karno terlibat dalam kekacauan ulah PKI, kemudian hal ini ditampik oleh Jenderal Soeharto untuk menenangkan situasi yang kacau pada tahun 1965 – 1970.

Demikian juga upaya untuk menangkap dan membunuh Bung Karno dicegah oleh Soeharto dengan melindunginya di Wisma Yaso. Tetapi hal ini ditafsirkan oleh sebagian kalangan bahwa Soeharto menahan dan memenjarakannya di Wisma Yaso tersebut.

Suasana kebencian terhadap pengikut PKI dan konflik horizontal serta kerusuhan sosial terjadi di seluruh Indonesia, yang kemudian menyebabkan pemerintahan era Soeharto mengasingkan sementara pimpinan dan tokoh PKI golongan A dan B ke Pulau Buru. Setelah keadaan sosial masyarakat tenang kembali, mereka dikembalikan ke daerah masing-masing. Kondisi ini ditafsirkan oleh kalangan eks PKI dan pendukungnya sebagai pelanggaran HAM berat dan kamp kerja paksa dengan ditunjukkan dalam film Pulau Buru Tanah Air Beta.

Untuk mendukung teori mereka bahwa penumpasan PKI yang melakukan pemberontakan dan kudeta dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dirancang dan dilakukan oleh Amerika Serikat serta dilaksanakan oleh Central Intelligence Agency (CIA) dengan cara kerja sama dengan TNI AD. Maka untuk itu, Komnas HAM dua pekan yang lalu mengunjungi Amerika Serikat dan meminta Presiden Barack Obama membuka arsip Pemerintah Amerika untuk mencari bukti bahwa Amerika Serikat terlibat dalam upaya penumpasan PKI.

Dari kegiatan ini terbukti Komnas HAM telah terlibat memihak kepada adagium bahwa PKI dan pengikutnya tidak bersalah, tetapi CIA dan TNI AD yang bersalah. Alangkah naifnya tindakan Komnas HAM karena CIA sendiri pada 1965 terkejut bahwa PKI ternyata adalah nomor tiga terkuat di dunia setelah Partai Komunis Uni Soviet dan Partai Komunis Republik Rakyat Cina. Bahkan, PKI didukung langsung oleh Mao Tse Tung dan PKC dengan membantu senjata sebanyak 100 ribu pucuk untuk Angkatan Buruh dan Tani (Angkatan Kelima).

Setelah 40 tahun kudeta PKI yang gagal pada 1965, baru-baru ini arsip Cina tentang pengiriman senjata kepada PKI telah dihancurkan. Menurut Asvi Warman Adam, seorang pendukung komunis, dalam arsip tersebut disebutkan bantuan senjata belum sempat dikirim ke Indonesia. Walaupun senjata tersebut belum sempat terkirim, hal ini jelas adanya bukti dan pengakuan dukungan Cina terhadap kudeta PKI dan pendukungnya.

Mengapa KGB dan Komnas HAM masih mencari bukti ke Amerika Serikat? Padahal, dokumen Kementerian Luar Negeri AS dan CIA telah merilis dokumen ketidakterlibatannya, bahkan hal itu merupakan blessing bagi Amerika Serikat karena tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun, PKI atau pengaruh komunis yang merupakan lawan berat Amerika berhasil ditumpas oleh rakyat Indonesia pada 1965.

Hal ini terbukti pada Konferensi Sejarah di Annapolis tahun 1965, Ball, salah seorang peserta konferensi tersebut, bertanya kepada perwakilan CIA, apakah CIA mempunyai kemampuan dan sumber daya untuk membalikkan keadaan yang telah dikuasai komunis. Perwakilan CIA mengatakan bahwa CIA tidak mempunyai sumber daya yang baik dan tidak akan mampu menghasilkan dampak yang berarti.

Jelaslah bahwa Informasi dari Konferensi Sejarah di Annapolis ini, CIA tidak punya kemampuan atau terlibat dalam penghancuran PKI. Kalau ada dokumen yang menyebutkan keterlibatan CIA dalam penghancuran PKI, maka akan memperkuat komunis sekarang ini yang akan tampil kembali.

KGB dekat hubungannya dengan komunis dan pemerintahan Cina yang diktator sentralistis dan ekonomi kapitalis liberal yang kuat dan hegemonis sekarang ini. Cina merupakan rival berat Amerika Serikat karena hal ini akan memperlemah ekonomi dan kepemimpinan tunggal dunia.

Dengan demikian, upaya Komnas HAM untuk meminta Pemerintah Amerika Serikat membuka arsip keterlibatan CIA akan mendapat halangan politik dan psikologis dari kalangan yang berkepentingan di Amerika Serikat. n

Jaga Persaudaraan
Bagi umat Islam, persaudaran bisa dikatakan sebagai hal yang sangat penting. Persaudaraan dalam artian yang kuat menolong yang lemah, yang kaya mengasihi yang miskin, dan yang berdaya serta bertenaga membantu yang sudah tidak berdaya dan tak bertenaga.

Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW, “Bukanlah Mukmin orang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal tetangganya berada dalam keadaan lapar, sedang ia mengetahui keadaan itu.”

Tak bisa dimungkiri, manusia diciptakan secara beragam, baik dari sisi warna kulit, bentuk rambut, bentuk hidung, maupun postur tubuh. Sebagai makhluk sosial, manusia juga tidak hadir dalam satu bentuk, tetapi terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, ras, golongan, dan lain-lain.

Apakah perbedaan itu menghilangkan rasa persaudaraan di antara sesama manusia? Jawabannya tidak. Sebab, perbedaan memang sesuatu yang tak bisa dihindari. Dengan begitu, seyogianya perbedaan memunculkan sikap saling mengormati dan menghargai, bukan malah menimbulkan konflik. Untuk saling bersanding dan bukan saling bersaing, apalagi menghancurkan.

Namun, aksi bom bunuh diri yang terjadi di Ibu Kota Belgia, Brussels, Selasa (22/3) lalu, justru merusak rasa persaudaraan yang ada. Lantaran aksi itu, sedikitnya 31 orang tewas dan 316 terluka setelah dua bom meledak di Bandar Udara Brussels dan satu pengeboman di Stasiun Metro Maelbeek di antara pusat kota dan markas Uni Eropa. Para korban kemudian diketahui berasal dari lebih 40 negara, antara lain Belgia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan India.

Kita patut mengecam aksi tersebut sebagai aksi terorisme atau kekerasan yang dalam bentuk dan untuk alasan apa pun tidak dapat ditoleransi. Apalagi, tindakan seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam.

Peristiwa itu juga mengakibatkan peningkatan kejahatan kebencian rasial dan agama. “Kami mengimbau semua masyarakat berdiri bersama penuh solidaritas dan tidak terlibat dalam kebencian. Kita tidak harus membiarkan teroris memisahkan kita,” kata komunitas Muslim di London, Inggris, menanggapi aksi teror tersebut.

Dunia tidak membutuhkan kekerasan, yang kita butuhkan adalah sikap kebersamaan dan persaudaraan. Seperti yang diperlihatkan Rasulullah SAW yang hidup damai dan penuh pengertian atau tenggang rasa (toleransi).

Sikap ini terlihat pada waktu Nabi Muhammad mendeklarasikan Piagam Madinah di Kota Madinah yang berisi jaminan hidup bersama secara damai dengan umat beragama lain (non-Muslim). Atau ketika Rasulullah SAW menaklukkan Kota Makkah dan menjamin setiap orang, termasuk musuh yang ditaklukkannya, dapat tetap hidup aman dan nyaman. Sikap mengedepankan kekerasan jelas tidak menjadi ajaran dalam Islam. Buktinya, dalam menjalankan perjuangannya, Rasulullah selalu menggunakan pendekatan dialog.

Kita patut melihat pesan untuk menjaga persaudaraan sebagai manusia yang disampaikan Paus Fransiskus dalam ritual Paskah di penampungan pengungsi Castelnuovo, Porto, dekat Roma, Italia, Kamis (24/3). Ketika itu, ia memilih untuk membasuh dan mencium kaki 11 pengungsi yang tiga di antaranya merupakan Muslim. Mereka berasal dari Mali, Pakistan, dan Suriah. Padahal, biasanya, dalam tradisi tersebut Paus membasuh kaki para imam terpilih.

Apa yang dilakukan Paus ini seakan mengajak dunia untuk memperhatikan dan melindungi para pengungsi serta pencari suaka yang sebagian besar hidup dalam ketidakpastian. Apalagi, Paus telah lama menyerukan kepada komunitas global, khususnya Eropa, untuk membuka pintu bagi pengungsi dan meningkatkan perang melawan xenofobia. “Kita semua bersama-sama, Muslim, Hindu, Katolik, Kristen Koptik, Evangelis, adalah saudara,” kata Paus dalam pernyatannya.

Sebagai Muslim, kita harus terus menjaga persaudaraan. Begitu juga sebagai makhluk sosial, penting bagi kita untuk menjaga kebersamaan. Tak hanya kebersamaan sesama umat seagama, tetapi juga antarumat yang berbeda agama.

Dengan meningkatkan persaudaraan, kita dapat mewujudkan kerukunan dan kebersamaan sehingga dapat saling menolong serta saling membantu dan mengasihani.
Kivlan Zen
Mantan Kepala Staf Kostrad (Kaskostrad)
Lihat juga...