MINGGU, 31 JANUARI 2016
Jurnalis: Bobby Andalan / Editor: Sari Puspita Ayu / Sumber foto: Bobby Andalan
BALI—Bagi sebagian orang, transportasi online yang kini marak tak melulu menguntungkan. Ya, kehadiran transportasi berbasis aplikasi online semacam Go-Jek, Uber dan Grab Bike bisa jadi ancaman bagi pundi ekonomi yang sekian lama berjalan dengan mengandalkan jasa transporasi manual. Seperti yang terjadi di wilayah Canggu, Kabupaten Badung, Bali. Warga di sini melarang operasional transportasi berbasis pemesanan online di wilayah mereka.
![]() |
Menurut Ketua Canggu Batu Bolong Transport (CBBT), Wayan Tono kebijakan itu diambil sebagai bentuk perlindungan jasa transportasi lokal yang selama ini menghidupi warga setempat. Tono tak ingin jasa transportasi yang sekian lama menghidupi warga direbut oleh jasa transportasi dari luar wilayah. Kebijakan itu sendiri merupakan wilayah otonomi banjar yang telah diputuskan bersama warga.
Di Canggu, ia menjelaskan, segala urusan transportasi ditangani oleh pemuda ataupun warga setempat. “Sampai kapan pun kita tetap menolak Uber, Grab Bike, dan Go-Jek beroperasi, karena merugikan warga sekitar mencari nafkah di wilayah kita sendiri,” tegas Tono ditemui di desanya.

Ia berharap generasi muda di Canggu dapat memiliki pegangan hidup berupa pekerjaan yang layak, tak hanya sekadar menjadi penonton saja. “Kita ingin generasi muda Canggu punya pekerjaan tetap, biar kedepannya memiliki inovasi dan pegangan hidup yang layak dan tidak hanya jadi penonton,” ucap Tono.
Menurutnya, dibentuknya Paguyuban Canggu Batu Bolong Transport direstui oleh banjar setempat. Tujuannya agar Canggu tak seperti wilayah Kuta, Legian dan Seminyak yang diserbu jasa transportasi dari luar wilayah. Hal itu dilakukan agar generasi muda dan warga di Canggu tidak menjadi pengangguran dan memiliki pekerjaan, dalam hal ini jasa transportasi.
“Orang bule menghitung dollar di wilayah kita, sementara kita hanya jadi penonton. Apa tidak sedih kita. Langkah ini demi generasi muda Canggu ke depan. Kita mau generasi muda dan warga di Canggu tidak menjadi pengangguran dan memiliki pekerjaan di bidangnya,” tegasnya..
Tono mengaku organisasinya terbentuk sejak 9 September 2014. Ratusan warga sekitar tergabung di dalamnya. Pelarangan terhadap GoJek, Grab Bike dan Uber dilakukan dengan cara memasang plang larangan di sejumlah titik.
“Langkah tegas tolak Uber, Grab dan GoJek dicover dan diback-up sama banjar dan Desa Adat Canggu. Kita juga memiliki dua pos pemantau yakni di simpang Ecobeach dan Batu Bolong. Kita berharap warga Canggu betul-betul bekerja profesional standar hotel dan transport,” jelasnya.
Tono mengaku bersama warga sekitar tidak akan segan-segan menegur, memperingati bahkan mengambil tindakan tegas jika Uber, Grab dan GoJek melanggar larangan yang telah warga adat sepakati agar tidak memasuki dan beroperasi bisnis menaikkan penumpang di wilayah mereka.
“Yang melanggar awalnya kita catat plat nomornya dan tegur baik-baik. Belum lama ada kejadian di mana handphonenya (telpon selulernya) kita sita. Tapi dia tetap ngotot beroperasi di sini, akhirnya mobilnya dihancurkan warga,” ceritanya.
“Kita sebelumnya juga sudah wanti-wanti warga jangan arogan. Namun warga yang kesal kan susah kita kendalikan. Itulah resiko kalau mereka ngotot dan melanggar larangan berkali-kali. Kejadiannya sekitar malam jam 21.00-22.00 Wita. Orangnya gundul, tinggalnya di Hayam Wuruk, Denpasar. Kita lakukan otonomi banjar dan desa,” pungkasnya.