Indikasi Ilegal Logging Tercium Kehutanan Papua

Truk Pembawa Kayu Ilegal yang diamankan Kehutanan Papua [ist]

CENDANANEWS (Jayapura) – Usaha mencari untung secara illegal dari lahan hutan Papua masih menjadi peluang besar para pengusaha kayu di tanah Cenderawasih, hal tersebut dibuktikan atas temuan Dinas kehutanan provinsi Papua yang menduga kayu-kayu illegal tersebut dibawa keluar Papua. 
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Yan Yap Ormuserai menuturkan, Gubernur Papua sudah minta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya agar 13 perusahaan yang memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK HA) di Papua yang stagnasi dicabut.
“Jangankan kayu olahan illegal, kayu log juga masih ada keluar dari Papua. Sejak tahun 2013 ada 13 ijin IUPHHK HA yang diusulkan dicabut tetapi baru satu yang dicabut yaitu milih PT. Merauke Rayon Jaya, tetapi itupun masih digugat lagi oleh PT. Merauke Rayon Jaya dan menang,” kata Yan, Kamis (02/04/2015).
Menurutnya adanya indikasi illegal logging di Papua terbukti dari penangkapan angkutan kayu di Kabupaten Nabire, Sarmi, Keerom dan Kabupaten Jayapura. 
“Beberapa waktu lalu ditangkap empat kontainer kayu di Jayapura milik PT. IJP, kemudian di Nabire 2 perusahaan kayu PT. SUM yang di police line dan dari Keerom ada 9 truck ditahan dan masih dalam penyidikan milik PT. AK ini mengindikasikan masih terjadi Illengal loging di Papua,” ungkapnya.
Kalau selama ini terjadi perambahan hutan di Papua, dikatakan Yan, karena belum ada aspek legal yang diberikan kepada masyarakat adat dalam pengelolaan hutan produksi. 
“Selama kita belum memiliki aspek legal kepada masyarakat adat maka illegal logging akan terus terjadi,” ujarnya.
Lebih jauh dikatakan Yan, penangkapan angkutan kayu yang terjadi di Keerom, lantaran truk membawa kayu tidak menyertakan surat Faktur Angkutan Kayu Olahan (FA-KO), melainkan hanya membawa Daftar Kayu Olahan (DKO).
“Seharusnya setiap kayu bergerak harus disertai FA-KO dan atau DKO, kalau penafsiran hukumnya kalau dalam aturan itu harus ada FA-KO dan DKO baru lengkap, tetapi dalam aturan disebutkan FA-KO dan atau DKO, sehingga ada bahasa bersayap dalam peraturan ini,” katanya.
Sementara itu, salah satu warga Arso II, Kabupaten Keerom yang juga sebagai Ketua Koperasi Yasra Bayan, Andi Selle Parallangi menungkapkan sudah delapan tahun ini dirinya melihat dan mengalami sendiri ada delapan insdutri nakal lakukan hal tersebut.
“Industri itu jual dokumen kayu per 1 meter kubik seharga Rp 2 juta sampai tujuan keluar Jayapura, Papua. Kayu senso tanpa ijin dari kehutanan di Jayapura saja. Industry itu gunakan rell motor untuk mengeluarkan kayu dari hutan dan kalau dihitung-hitung, Negara mengalami kerugian per hari sebesar 1 milyar rupiah,” ungkap Andi beberapa waktu lalu.
Ditempat terpisah, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) bidang Pertambangan dan Infrastruktur, Boy Dawir kepada media ini menuturkan pihaknya telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan sedang bekerja.
“Silahkan kepada seluruh masyarakat, baik masyarakat yang di Keerom maupun yang ada di kabupaten lain untuk melaporkan kejadian-kejadian. Nanti kami tindak lanjuti seperti kasus-kasus seperti itu,” kata Boy.
Dikatakan Boy, pihak DPRP serius menangani masalah kehutanan di Papua dan terus bekerja keras untuk menyelamatkan hutan. 
“Semua kami harus tertipkan, supaya pemerintah tidak dirugikan dan pendapatan asli baik pemerintah kabupaten ataupun provinsi. Semua perusahaan harus bekerja dengan ijin-ijin dari pemerintah,” ujarnya.

———————————————————-
Kamis, 2 April 2015
Jurnalis : Indrayadi T Hatta
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...