![]() |
Presiden Soeharto di Markas Besar PBB, New York (1992) |
CENDANANEWS (Politik Luar Negeri) – Beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo mencuatkan isu perlunya reformasi organisasi internasional PBB di hadapan undangan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA). Sejatinya reformasi PBB bukan isu baru. 23 tahun yang lalu, Presiden Soeharto telah menyuarakan perombakan keanggotaan dan status veto Dewan Keamanan (PBB).
Tepatnya 24 September 1992, Presiden Soeharto berbicara di depan Sidang Majelis Umum PBB di New York. Ia berdiri di hadapan Sidang Majelis Umum PBB bukan hanya mewakili 180 juta penduduk Indonesia, namun juga mewakili 108 anggota Gerakan Non Blok yang mana Presiden Soeharto/Indonesia kala itu menjadi ketuanya. Anggota Gerakan Non Blok mewakili 2/3 dari keseluruhan keanggotaan PBB. Dalam forum itu Presiden Soeharto menyampaikan “Pesan Jakarta” yang dirumuskan dalam KTT ke 10 GNB di Jakarta antara tanggal 1-6 September 1992.
Pidato Presiden Soeharto itu disiarkan ke seluruh dunia dan diterjemahkan kedalam lima bahasa, Inggris, Prancis, Cina, Arab dan Spanyol. Di dalam negeri pridato Presiden Soeharto di hadapan Sidang Majelis Umum PBB itu memperoleh pemberitaan luas. Tanggal 25 September 1992, Business News menulis ulasan dengan judul : “Tekad Gerakan Non Blok: Angkat Jati Diri Dengan Kemitraan yang Demokratis”. Harian Suara Karya menurunkan Tajuk Rencana dengan judul “Pidato Presiden di Depan SU PBB”.
Media Indonesia juga menurunkan berita dengan beberapa judul, antara lain: “Presiden Soeharto di Sidang MU PBB: Tinjau Komposisi DK-PBB”, “Presiden Soeharto: PBB Perlu Ditata Kembali”, “Editorial: Perjuangan GNB di PBB”. Harian Angkatan Bersenjata menurunkan berita “Presiden Soeharto: Keanggotaan DK PBB Harus Diperluas”. Harian Merdeka menurunkan berita dengan judul “Presiden Soeharto Pada Sidang Majelis Umum Ke-47 PBB: Sudah Waktunya Hak Veto Ditinjau”. Sementara itu Suara Pembaharuan menurunkan berita “Presiden Soeharto Di Sidang Umum PBB: Sudah Waktunya Kesepakatan Baru Antara Utara Selatan”. Sedangkan Harian Kompas tanggal 26 September 1992 menurunkan berita dengan judul “Perluasan DK-PBB Tidak Mudah, Tapi Harus Kita Perjuangkan”.
![]() |
KTT Gerakan Non Blok di Jakarta 1992 |
Pidato Presiden Soeharto itu memperoleh pemberitaan dan sambutan luas secara internasional yang salah satunya adalah ketegasan perlunya merombak keanggotaan dan hak veto Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Majelis Umum PBB itu, Presiden Soeharto memaparkan bahwa ketika Piagam PBB dirumuskan dan badan-badan yang didirikan pada tahun 1945, perhatian utama negara pendirinya memang tepat yaitu tertuju pada usaha mencegah timbulnya lagi bencana perang yang memusnahkan umat manusia.
Namun Presiden Soeharto mengingatkan bahwa dunia sudah berubah secara mendasar. Selama 47 tahun terakhir semenjak berdirinya PBB, sejumlah besar bangsa-bangsa sudah merdeka, menjadi negara berdaulat dan menjadi anggota PBB. “Kita hidup dalam dunia di mana jutaan penduduk di negara berkembang mulai menuntut haknya untuk mewujudkan potensi ekonomi dan sosialnya”.
Presiden Soeharto menegaskan bahwa DK-PBB harus diperluas dengan masuknya anggota-anggota baru. Sekiranya kepada para anggota baru itu tidak dapat diberikan hak veto, setidaknya kepada mereka perlu diberikan status sebagai anggota tetap. Masuknya negara-negara tersebut menjadi anggota tetap DK perlu di dasarkan atas kriteria yang relevan dan lebih cermat untuk mencerminkan keadaan dunia yang sebenarnya pada saat ini.
Dalam pidato itu ditegaskan oleh Presiden Soeharto bahwa GNB tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa kebijakan ekonomi negara industri dan beban ekonomi negara berkembang terutama yang memiliki penduduk paling banyak juga memiliki pengaruh yang sama besarnya terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Presiden Soeharto juga menekankan perlunya segera dibentuk Kaukus GNB di PBB untuk bisa memberikan rekomendasi restrukturisasi PBB.
***
***
![]() |
Bersama para kepala negara. |
Pidato Presiden Soeharto itu menyentak dunia internasional dan mengundang banyak apresiasi, baik yang diuntungkan maupun yang kenyamanan akan dominasi internasionalnya selama ini akan terusik.