Ota Rabu Malam, Hadirkan Musik Kontemporer Sumatera

CENDANANEWS– Ota Rabu Malam adalah kelompok seni  yang aktif melakukan diskusi, bedah karya, dan kuliah umum. Mereka mengkaji perkembangan musik kontemporer Sumatera sejak Oktober 2013. MTB pertama kali diluncurkan  pada ulang tahun pertama Ota Rabu Malam dan ditujukan sebagai ruang eksperimentasi serta presentasi musik.
ORM mengkampanyekan tentang spirit kebebasan berekspresi dalam Musik Tanpa Batas, tidak hanya melalui konsep garapan musikal, tetapi juga dari konsep penyajiannya.
“Sekedar mengingatkan bahwa semua orang bisa bermusik dimana aja, musik bisa memberi kehidupan atau nilai berbeda terhadap sebuah ruang yang mungkin selama ini mati,” ujar salah satu pendiri Ota Rabu Malam dan penggagas Festival  Musik Tanpa Batas, Albert Rahman Putra, di Padang, Senin (16/03/2015).
Dan untuk perkembangan musik membutuhkan kelompok-kelompok kajian  intens yang  membahas serta jadi pelakunya. Hal tersebut yang mendasari kelompok diskusi dan studi ini menggelar pertunjukan musik secara swadaya. 
Sejauh ini ORM telah menggelar empat kali pentas seni, yakni MTB jilid I yang dilaksanakan pada 30 Oktober 2014. Dihadiri oleh banyak pelaku seni muda maupun senior yang berbasis di Sumatera Barat. 
Musik Tanpa Batas pertama yang dibuka oleh Hanefi, komposer dan etnomusikolog, beserta Admiral ini bertempat di Balai-balai Karawitan ISI Padangpanjang. Lokasi ini menjadi basis kelompok diskusi Ota Rabu Malam beberapa bulan terakhir, dengan ratusan seniman dan aktivis seni  ditambah adanya letusan kembang api serta kegiatan bakar jagung disekitar lokasi membuat acara semakin meriah.
Jilid II dari MTB digelar pada November 2014, Halaman Rektorat ISI Padang Panjang jadi panggung ke dua mereka. Para penggagas MTB bercita-cita menjadikan MTB  sebagai media revolusi musik di Sumatera ini sengaja manggung di halaman rektorat, mereka ingin mengingatkan pimpinannya bahwa  revolusi itu tidak berhenti meski  ISI Padang Panjang punya pimpinan baru. Penamaan publikasinya di beri label “Teras Revolusi”. Pertunjukan MTB II ini turut hadir seniman muda dan senior, serta aktivis seni dari kota Padang, dan utusan dari unit kegiatan kampus seperti UKS Unand, dan UNP.
 “sebenarnya tidak hanya mengingatkan pada rektor baru tentang apa yang pernah terjadi disini. Tetapi kita juga berharap hilangnya kesakralan yang terlalu berlebihan mengenai lembaga rektorat kampus seni terbesar di Sumatera ini, saya yakin semua orang setuju bahwa setiap individu dan kelompok berhak menumukan gaya bermusik sendiri tanpa harus mengikuti trend di ISI Padangpanjang,” lanjut Albert.
MTB Jilid III makin ekstrem, Desember lalu, pertunjukan MTB III digelar di atap auditorium Boestanoel Arifin Adam ISI Padang Panjang.
“Pada MTB yang ke tiga kita sempat kesulitan karena waktu itu cuaca yang kurang medukung. Terpal yang kita gunakan sebagai atap beberapa kali dirubuhkan oleh badai sebelum pertujukan dimulai, akhirnya kegitan molor selama setengah jam, tapi akhirnya hujan segera reda dan pertunjukan dapat dilanjutkan,” lanjut Albert.
Pada 4 Maret 2014 lalu, kelompok studi ORM menggelar malam pertunjukan Musik Tanpa Batas (MTB) mereka yang ke IV.
Pertunjukan MTB ke IV digelar dalam komplek kampus ISI (Institut Seni Indonesia) Padang Panjang, menyita perhatian civitas kampus ISI Padang Panjang malam itu. Karena MTB kali ini melibatkan banyak pelaku seni untuk menggarap konsep pertunjukannya. Untuk proses produksi dibantu oleh Mahasiswa Seni Karawitan dan anggota  kelompok Ota Rabu Malam.
Kurator arsip dan peneliti muda ini percaya bahwa pertunjukan juga bagian dari aksi dan karya. Seperti halnya kurator dalam karya seni rupa. Seseorang mengkonstruksikan sebuah kegiatan dengan menghadirkan karya-karya tertentu, kemudian disajikan dengan konsep tertentu pula untuk sebuah tujuan.
“Musik Tanpa Batas bertujuan sederhana, merayakan kebebasan dan keberagaman berekspresi melalui musik. Ini tidak hanya dicapai melalui konser-konser besar seperti konser Iwan Fals dengan syair-syair nya yang hebat. Tetapi  juga garapan musik yang berbeda, eksperimental, yang mungkin mengejutkan. Sehingga bisa melahirkan sensibilitas, spirit, atau pemberontakan, yang menyuarakan kebaharuan dan keberagaman dari dalam diri insan yang hadir, bukan karena diminta,” Jelas Albert.
Albert mengaku belum mendapat cita-cita dari Musik Tanpa Batas. Belum ada karya yang benar-benar eksperimental dan ‘liar’. sebagian besar karya masih terpengaruh oleh gaya garapan sebelumnya. Namun setidaknya iklim berkesenian di ISI Padang Panjang dirasakannya mulai aktif. Dengan adanya ruang seperti MTB para pelaku seni jadih lebih sering latihan dan berkarya, berlomba menawaran gaya-gaya baru, berbeda, dan ada juga yang mempertahankan gaya yang sama.
“Saya tidak bekerja sendiri, saya dibantu oleh banyak mahasiswa dan alumni ISI Padangpanjang, dan mereka seniman muda maupun senior dengan cita-cita yang sama. Namun, kita juga percaya bahwa perubahan yang hebat tidak akan bisa terjadi dengan mulus dalam waktu dua puluh empat jam.  Ia mungkin butuh 10 tahun dengan sejuta tantangan,” tegasnya.
Kedepanya Albert berharap, kegiatan diskusi Ota Rabu Malam dan kegiatan Musik Tanpa Batas ini tidak hanya mengandalkan sumbangan dan dana dari jualan pin merchendice lagi, tapi mungkin ada yayasan atau lembaga yang mampu menanggung keberlangsungan kegiatan ini baik berupa fasilitas dan dana.
“Kami  kesulitan mendapatakan bantuan dana yang tidak mengganggu ideology kita,” pungkas Albert.

———————————————————-
Senin, 16 Maret 2015
Jurnalis : Muslim Abdul Rahmad
Foto     : Kol. Ota Rabu Malam
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...