Berdasarkan data itu Program Banteng masih sangat relevan. Entreprenur (wirausaha) di Indonesia hanya sekitar 3,5 juta. Total penduduk 275 juta jiwa. Hanya 1,2–1,3% penduduk Indonesia yang aktif sebagai entrepreneur.
Rasio itu jauh di bawah standar global. OECD dan negara maju memiliki 10–15% penduduk aktif sebagai entrepreneur. Indonesia menargetkan peningkatan menjadi 3–4% pada 2030.
Program Banteng perlu dihidupkan. Direvitalisasi. Gerakan Banteng 1.0: gerakan awal 1950-an. Ide Sumitro Djojohadikusumo: mencetak pengusaha pribumi. Gerakan Banteng 2.0 adalah saat ini. Reaktualisasi semangat itu di era digital (ekonomi kolaboratif). Langsung melompat (karena sudah tertiggal) ke Gerakan Banteng 5.0. Transformasi penuh ke paradigma Society 5.0: teknologi berpihak pada kemanusiaan untuk bangkitnya entrepreneur pribumi.
Siapa target gerakan ini?. Di sini letak masalahnya selama ini. Kegagalan program Banteng 1.0 (Prof. Sumitro) menyasar kelompok terlalu luas. Ali Baba: program koperasi dan UMKM kurang fokus pada kader yang benar-benar siap. Adi Sasono melakukan reformulasi koperasi (mayoritas KUT). Akan tetapi menghadapi masalah ketidaktepatan target sasaran.
Program Banteng 5.0 harus tepat sasaran. Khususnya fokus jebolan kaderisasi entreneurship. Salah satunya adalah segmen mantan ketua Koperasi Mahasiswa (KOMPA) yang menyeriusi bisnis.
Para aktivis koperasi mahasiswa memiliki visi akademis sekaligus bisnis. Mampu menggabungkan pengetahuan teori dengan praktik bisnis. Memiliki pengalaman manajemen yang matang. Pengalaman organisasi di kampus membuat mereka terbiasa mengatur tim dan keuangan. Memiliki potensi multiplier effect: alumni sukses bisa menjadi mentor bagi entrepreneur baru dan menyebarkan semangat kewirausahaan.