Menyakiti tetangga: “Demi Allah, tidak beriman… yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari no. 6016, Muslim no. 46). Berbuat riya (pamer ibadah): Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya.” (HR. Ahmad no. 23630, Hasan).
Hijrah perilaku ini merupakan bentuk hijrah moral dan spiritual. “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari).
Kedua, hijrah fisik. Ialah perpindahan dari tempat yang tidak menguntungkan dalam menjalankan kebaikan menuju ke tempat yang menguntungkan. Sebagaimana pesan Al Qurán: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, malaikat bertanya: ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab: ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah)’. Para malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah luas, sehingga kamu dapat berhijrah di dalamnya?'”. (QS. An-Nisa: 97).
Hijrah dalam bentuk ini merupakan hijrah geografis. Sebagaimana peristiwa hijrahnya Rasululah dari Makkah dan Madinah yang kemudian dijadikan dasar penetaan kalender Hijriyah. Walaupun dalam konteks lebih luas, hijrah fisik ini bisa juga bermakna pergeseran posisi peran. Meninggalkan peran lama, menuju peran baru yang memungkinkan untuk leluasa berbuat kebaikan.
Ketiga, hijrah orientasi gerakan. Dari orientasi gerakan pragmatis menjadi bersifat ilahiyah (karena Allah Swt). Hijrah tipe ini sesuai hadits: “Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya… Barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya…” (HR. Bukhari dan Muslim).