Dedi Mulyadi dan “Kepemimpinan Inisiatif”

Untuk mencapai karakter seperti itu kader-kader HMI dibekali melalui tempaan lima hal. Ialah dialetika ke-Islaman, intelektualisme, profesionalitas, ketrampilan politik dan leadership.

Islam merupakan ajaran final. Keyakinan final bagi muslim. “Innaddiina indallaahil Islam”. Agama yang diridhoi di sisi Allah Swt., adalah Islam. Ajaran itu didialektikakan dari berbagai sudut: doktrin dan rasionalitas sains. Untuk kemudian mencapai pemahaman utuh akan finalisasi ajaran Islam itu.

Doktrin HMI mengambil angle ajaran ke-Islaman dalam dua kategori besar. Manusia sebagai abdillah: hamba Allah. Kedua manusia sebagai khalifah fil ‘ard. Pemanggul tugas kepemimpinan di muka bumi.

Sebagai abdillah, ummat Islam memiliki tanggung jawab menyembah Allah Swt. Sesuai tata cara peribadatan formal diajarakan Rasulullah Saw. Sebagai khalifah fil ‘ard, ummat Islam memiliki tanggung jawab mengelola dan memakmurkan bumi. Melakukan inisiatif perbaikan mutu hidup bersama sesuai prinsip-prinsip ajaran Islam. Menjadi agen “Rahmatanl lil aalamin”. Doktrin ini menempatkan tanggung jawab peribadatan formal dan pembangunan peradaban memiliki bobot sama. Tidak terbelah dan terpisah-pisah.

Keakraban Dedi Mulyadi dengan Sunda Wiwitan disalahpahami sejumlah pihak sebagai komplikasi spiritual. Sebenarnya bisa dipahami dari doktrin ajaran Islam. Pertama dari sudut inklusivisme Islam. Tidak ada pemaksaan “agama dalam Islam”. Kedua, doktin “Rahmatanl lil aalamin” dalam menjalankan peranannya sebagai khalifah fil ‘ard. Sebagai strategi budaya dalam pembangunan peradaban.

Bagaimana dengan intelektualisme?. Ialah tempaan kepekaan daya nalar dalam memetakan beragam problem sosial sekitar. Untuk kemudian bekerja keras menjadi agen problem solver. Perpaduan antara nalar kritisisme dalam fact finding dengan pengetahuan ilmu pengetahuan dan sains sebagai problem solver. KDM tampak berpegang pada doktrin ini. Tidak membuat program dan kebijakan betumpu pada konsepsional teoritis belaka. Ia menjadi gubernur di wilayah Peradaban Sunda. Maka ia jadikan kekuata budaya sebagai salah satu instrumen penggerak perubahan. Ia membuat program dan kebijakan berbasis realitas.

Lihat juga...