Pemilu presiden tidak lebih 80 hari lagi. Update pemetaan kontestasi melalui berbagai lembaga survei menunjukkan trend yang semakin terprediksi. Siapa kira-kira yang akan unggul dalam kontestasi itu semakin tampak.
Beragam apresiasi terhadap hasil survei. Ada yang menerima sebagai cara ilmiah dalam pemetaan situasi sosial. Ada yang menolaknya mentah-mentah.
Hal pasti, lembaga survei jumlahnya banyak. Bisa saling memverifikasi jika terjadi penyimpangan yang ekstrim dari realitas. Dibanding dengan asumsi-asumi, tentu survei lebih menggambarkan realitas.
Hasil-hasil survei terbaru menunjukkan kecenderungan yang semakin stabil. Dari data-data itu bisa dianalisis lini mana yang masih bisa dioptimalkan dalam kontestasi dan lini mana yang sudah mengalami stagnasi.
Prabowo, Ganjar dan AMIN tampaknya sudah mengalami stragnasi. Baik secara isu maupun pergerakan lapangan. Tidak ada yang pergerakan luar biasa yang bisa diprediksi mengubah keadaan. Kecuali takdir Tuhan berbicara lain.
Isu negatif maupun positif tidak banyak mengubah elektabilitas figur-figur tersebut. Sudah mandeg. Kesemuanya mulai stabil dengan pendukungnya masing-masing. Baik yang die hard maupun setengah loyal.
Kasus AMIN, agak sapesifik. Ia bisa saja diuntungkan kecerobohan lawan. Ibarat turnamen bola, ia bisa masuk babak selanjutnya tergantung dari blunder pertandingan lawan.
Gibran dan Mahfud MD terkecualikan dalam stagnasi elektabilitas itu. Ia masih punya ruang merebut tambahan suara.
Gibran masih memiliki potensi menyisir penduduk pedesaan Jawa. Baik di Jawa Tengah, diaspora (para pedagang dan pekerja perantauan) maupun transmigran. Itu tidak lepas dia sebagai orang Solo yang juga putra Presiden.