Soeharto Selamat dari Pembantaian Kemusuk, tapi ‘Gugur’ dalam Kepres 02 tahun 2022

Jurnalis : Jatmika H Kusmargana

“Hal ini merupakan memori kolektif Bangsa Indonesia yang harus terus diwariskan,” kata Stepi.

Dalam catatan Stepi, para peserta diskusi terkobar semangatnya untuk memperjuangkan pengorbanan rakyat Kemusuk, khususnya Pak Harto dan keluarganya (ayahanda Probosutejo bernama Atmo Pawiro yang menjadi Kepala Desa ikut gugur ditembak kepalanya oleh serdadu Belanda).

Sebagian besar peserta ingin membuat petisi atas para korban Kemusuk dan menjadikan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional. Bahkan, banyak para peserta yang menyatakan tidak terima ketika Presiden membuat Kepres No. 02 tahun 2022 tanpa mencantumkan nama Letkol Soeharto. “Kepres itu perlu digugat”, kata salah satu peserta diskusi.

Sementara, Prof Djoko Suryo dari UGM yang menjadi pembicara dalam seminar nasional ini mengatakan, Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah rentetan pertempuran tidak terputus dari serangan-serangan lain.

“Satu stategi yang dikembangkan oleh Letkot Soeharto dan menjadikan kita paham, betapa peranan Soeharto di dalam peristiwa ini sangat penting,” ujar Djoko Suryo.

Peran Soeharto, dalam posisinya sebagai komandan tentara di Yogyakarta saat itu adalah ladang perbedaan klaim. Djoko Suryo menyebut, karena kondisi itulah maka penulisan sejarah dan upaya untuk merawat ingatan kolektif masyarakat menjadi penting.

Sedangkan Prof. Susanto dari Universitas Indonesia yang menjadi pembicara kedua menyatakan, hilangnya nama Letkol Soeharto dari Kepres tidaklah elok.

“Karena saya tahu, naskah akademik yang dibuat pada 2018 oleh Tim Ahli dari UGM menjadi berubah pada 2022 oleh Tim dari Kemendagri. Yang di naskah akademik 2018, Pak Harto masuk. Di naskah akademik tahun 2022, tiba-tiba hilang,” kata dia.

Lihat juga...