Soeharto Selamat dari Pembantaian Kemusuk, tapi ‘Gugur’ dalam Kepres 02 tahun 2022

Jurnalis : Jatmika H Kusmargana

Hal itu lebih dipertajam Noor Johan Nuh (penulis buku-buku tentang Pak Harto), yang memberikan pengantar diskusi dengan kalimat tajam dan penuh kesedihan. “Menurut David Jenkins, penulis buku “Soeharto And His Generals”, Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah pertempuran dengan strategi militer terbesar dalam perang kemerdekaan Indonesia.

“Letkol Soeharto memang selamat dari sergapan tentara Belanda saat itu. Tapi tragisnya, Letkol Soeharto sang bunga pertempuran yang memimpin empat kali serangan malam hari sebelum Maret dan satu kali serangan siang hari pada 1 Maret 1949, justru namanya digugurkan secara sengaja dalam Keputusan Presiden No. 02 tahun 2022,” ujar Johan tegas.

Seminar tersebut dihadiri berbagai pakar sejarah dari berbagai Universitas untuk mengupas tuntas peristiwa tersebut. Di antaranya Prof. Dr. Djoko Suryo (Guru Besar Sejarah UGM), Prof. Dr. Susanto Zuhdi (guru Besar Sejarah UI), Dr. Kolonel Kusuma (Dosen Universitas Pertahanan Jakarta), Dr. Sumardiansyah Halim Perdana Kusumah (Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia), dan akan dimoderatori Dr. Stepi Anriani (Dosen Sekolah Tinggi Intelijen Negara). Acara ini juga diikuti oleh para pelajar, mahasiswa, para tokoh lokal maupun nasional, guru sejarah, sivitas akademika, serta berbagai elemen masyarakat luas.

Dr. Stepi Anriani yang menjadi moderator acara tersebut memberikan kesimpulan, memperingati Peristiwa Kemusuk ini bisa meningkatkan rasa nasionalisme, kedaulatan, dan nilai kebangsaan kita dibanding bangsa lain yang tak pernah berjuang untuk melepaskan diri dari penjajahan.

Sejarah perjuangan lokal di Kemusuk telah mempengaruhi situasi sejarah nasional. Saat itu, dalam takdir sejarah yang sama, Letkol Soeharto telah menjadi spirit perjuangan rakyat, sebagaimana spirit rakyat atas kepahlawanan Pangeran Diponegoro. Takdir juga yang membuat ibukota Indonesia pindah ke Yogyakarta dan yang menjadi bunga pertempuran atas lima kali serangan kepada Belanda selama masa pendudukan agresi militer II di Yogyakarta adalah Letkol Soeharto. Sebuah perjuangan yang mencerminkan karakter bangsa ini tak kenal lelah, berani, meski kemudian berdampak pada tindakan pelanggaran HAM berat oleh Belanda saat itu.

Lihat juga...