Sejarawan UGM : Pemindahan IKN Jangan Hanya Sebagai Retorika Politik

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Sejarawan UGM Dr. Arif Akhyat, M.A. Foto: Jatmika H Kusmargana

YOGYAKARTA — Sejarawan UGM Dr. Arif Akhyat, M.A., menyebut pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang telah ditetapkan pemerintahan Jokowi dari semula Jakarta ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur, jangan hanya sebagai retorika politik dan praktik politik mercusuar semata.

Pasalnya selama ini proses pemindahan IKN yang terus didorong oleh pemerintahan Jokowi banyak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, mulai dari sejak awal perencanaannya hingga penetapan penamaan IKN dengan sebutan Nusantara.

Menurut Arif, kata Nusantara sendiri sebenarnya bukan hanya muncul pada masa kerajaan Majapahit, tapi jauh sejak masa kerajaan Singasari, Nusantara sudah digunakan yakni untuk merujuk wilayah pulau luar di wilayah yang saat ini disebut dengan Indonesia.

“Nusantara dibedakan dengan dvipantara yakni dvipa yang artinya Jawa. Konsep nusantara, pada masa Majapahit merupakan konsep geopolitik untuk mengidentifikasi suatu wilayah yang meliputi Bali, Malayu, Madura dan Tanjungpura. Keempat wilayah itu juga termasuk wilayah Singapura, Malaysia. Juga wilayah Sumatra, Borneo, Sulawesi dan Maluku, Lombok, Timor. Bahkan pengaruhnya sampai Champa, Cambodia, Annam dan Siam. Jadi secara geografis, Nusantara lebih luas dari apa yang sekarang disebut Indonesia. Dengan sedikit ulasan tadi sebenarnya, nusantara, bukan Jawa tetapi justru merujuk luar Jawa,” kata Arif Akhyat, belum lama ini.

Menurut pandangan dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) itu, kata nusantara untuk penamaan suatu wilayah tidak mengandung perspektif negatif atau positif. Pasalnya ia hanya merupakan sebuah nama untuk menyebut wilayah di luar Jawa.

Lihat juga...