Myanmar Didesak Pulihkan Demokrasi dan Hentikan Kekerasan

Etnis minoritas yang dimaksud termasuk Muslim Rohingya, yang telah lama menjadi sasaran penindasan dan kekerasan negara, merujuk pada penangkapan sewenang-wenang, penahanan, dan pengadilan palsu terhadap lawan politik.

“Namun, pembela hak asasi manusia yang berani dan anggota serikat pekerja terus memprotes, mengadvokasi, mendokumentasikan, dan mengumpulkan bukti pelanggaran yang semakin meningkat,” kata Bachelet.

Tindakan keras yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar untuk menghadapi protes anti kudeta telah menyebabkan sedikitnya 1.500 orang tewas sejak kudeta 1 Februari 2021.

Bachelet menyebut jumlah tersebut belum termasuk ribuan kematian akibat konflik bersenjata dan kekerasan yang terus meningkat di seluruh Myanmar.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB telah mendokumentasikan pelanggaran HAM berat setiap hari di Myanmar, yang sebagian besar dilakukan oleh pasukan keamanan.

Sedikitnya 11.787 orang telah ditahan secara sewenang-wenang karena menyuarakan perlawanan mereka terhadap militer dalam protes damai atau melalui aktivitas daring. Saat ini, sebanyak 8.792 orang masih berada dalam tahanan.

Sedikitnya 290 orang tewas dalam tahanan, banyak dari mereka kemungkinan besar disiksa.

Bachelet mengatakan bentrokan bersenjata telah meningkat, dengan setiap bagian negara mengalami beberapa tingkat kekerasan.

“Militer telah menghukum masyarakat lokal karena dianggap mendukung elemen-elemen bersenjata,” ujar Bachelet.

Kantor HAM PBB juga mendokumentasikan pembakaran desa, termasuk tempat ibadah dan klinik medis, penangkapan massal, eksekusi singkat, dan penyiksaan.

Krisis politik di Myanmar semakin diperburuk dengan pandemi COVID-19 dan kegagalan sektor perbankan, transportasi, pendidikan, dan lainnya—membuat perekonomian negara itu di ambang kehancuran.

Lihat juga...