Nelayan Way Lunik Pasok Kebutuhan Bahan Produksi Ikan Kering
Editor: Koko Triarko
Menurut Mardianto, nelayan tradisional di Way Lunik mengandalkan muara sungai sebagai area tambat perahu. Muara yang berfungsi sebagai penambat perahu hanya disandari perahu nelayan berukuran kecil.
“Aktivitas nelayan tradisional dilakukan sejak pagi hingga siang. Sebagian nelayan memanfaatkan waktu sore hingga malam untuk mencari ikan. Saat musim cumi, nelayan melakukan pengoboran dengan lampu,” katanya.
Hasil tangkapan ikan nelayan tradisional Way Lunik, sebut Mardianto dijual dalam kondisi segar dan kering. Jenis ikan segar berupa ikan teri tanjan, teri jengki dan teri nasi. Selain ikan teri, ia menjual udang rebon dalam kondisi segar, saat kondisi cuaca tidak mendukung untuk proses pengeringan. Proses pengeringan ikan dan udang rebon akan dilakukan sang istri memanfaatkan sinar matahari.
“Hasil tangkapan sebagian diawetkan untuk stok kebutuhan keluarga sebagian dijual untuk membeli beras,” ujarnya.
Penuhi produksi ikan asin, Mardianto mengaku saat hasil tangkapan melimpah dijual ke produsen. Satu cekeng atau keranjang ikan teri seberat 15 kilogram bisa dibeli seharga Rp288.000 hingga Rp300.000. Sebagian udang rebon dimanfaatkan oleh produsen pembuatan terasi. Udang rebon yang dikeringkan sebagian dijual ke pasar Pasir Gintung, Tanjung Karang Pusat.
Rosa, salah satu warga yang memiliki suami nelayan, mengaku sekali melaut sebanyak tiga cekeng udang rebon bisa dibawa pulang. Per kilogram udang rebon laku dijual dalam kondisi segar seharga Rp38.000 hingga Rp40.000.
Tangkapan udang rebon sebagian dibeli oleh produsen pembuat terasi. Pembuatan terasi memakai udang rebon, sebagian ditekuni oleh warga untuk pelezat sambal.