‘Surga Pajak’ Akan Segera Hilang

Tidak heran, banyak negara yang berusaha keras mencegah korporasi multinasional tidak memindahkan keuntungannya ke negara-negara surga pajak, namun nyaris tak berhasil sampai dunia menyepakati tarif pajak minimal 15 persen itu.

Dipaksa Berbagi Keuntungan

Tarif pajak minimum 15 persen ini berlaku untuk korporasi multinasional yang memiliki nilai penjualan minimal 750 juta euro (Rp12,4 triliun), sedangkan korporasi multinasional yang memiliki perputaran transaksi dagang per tahun 20 miliar euro (Rp330 triliun) dan marjin laba di atas 10 persen, bakal dipaksa membayar pajak di negara di mana mereka menjual produk atau jasanya, antara 20 sampai 30 persen dari kewajiban pajaknya.

Ini artinya porsi tertentu dari jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan multinasional akan dibayarkan kepada negara, di mana mereka menjual produk atau jasanya, bukan lagi hanya ke negara di mana korporasi itu berkantor pusat.

Dengan cara seperti ini, negara-negara di dunia, taruhlah contohnya AS, memang bakal berkurang pemasukan pajaknya dari korporasi-korporasi multinasionalnya yang berkantor di AS, seperti Google, Apple atau Facebook, karena korporasi seperti ketiga raksasa IT ini mesti merelokasikan kewajiban pajaknya ke negara di mana mereka menjual jasa atau produk dan mencetak laba.

Tetapi, AS mendapatkan tambahan pajak besar dari korporasi asing yang beroperasi di sana, sebutlah Samsung, Toyota atau Volkswagen.

Dalam perspektif sama, Indonesia bisa menuntut bagian pajak yang biasanya dibayarkan sebuah korporasi besar yang berkantor pusat di Singapura atau di surga pajak mana pun, tetapi menjual produk atau jasanya di Indonesia.

Lihat juga...