‘Surga Pajak’ Akan Segera Hilang

Singapura dan sekitar 35 negara di dunia adalah negara-negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau dalam kata lain menjadi surga pajak.
Negara kota ini adalah satu dari sepuluh negara atau wilayah yang paling diuntungkan oleh praktik penghindaran pajak korporasi di seluruh dunia. Sembilan lainnya adalah Kepulauan British Virgin, Kepulauan Cayman, Bermuda, Belanda, Swiss, Luksemburg, Hong Kong, Jersey dan Uni Emirat Arab.
Indonesia tak bisa memungut pajak dari perusahaan A, karena perusahaan ini tidak masuk yurisdiksi pajaknya, sekalipun menjual jasa dan produk di Indonesia yang dengan demikian mencetak laba di Indonesia.
Indonesia dan negara-negara serupa dalam skenario ini, terpaksa gigit jari karena tak bisa memajak perusahaan global semacam itu, padahal mereka mencetak pendapatan besar dari konsumen Indonesia yang memakai jasa atau produknya.
Karena itu, sekalipun dipandang skeptis oleh sejumlah kalangan seperti organisasi nirlaba Oxfam International, konsensus global tarif pajak minimal 15 persen dianggap bisa menghentikan adu tarif pajak di antara negara-negara, dan memaksa korporasi global merealokasikan keuntungan kepada negara, di mana mereka mencetak pendapatan dan laba.
Bagi sejumlah besar negara, skenario ini membuat mereka memperoleh sumber dana tambahan untuk investasi publik yang penting bagi pembangunan ekonominya.
Skenario ini juga membuat pekerja menjadi lebih terberdayakan, apalagi sejak lama korporasi-korporasi besar menggunakan muslihat akuntansi dan rekayasa hukum demi menghindari pajak, agar tetap menguntungkan pemegang saham dengan cara mengalihkan beban pajak ke surga pajak itu.