‘Surga Pajak’ Akan Segera Hilang

Lain dari itu, pajak yang semestinya mengalir ke negara di mana perusahaan asing itu beroperasi, malah parkir di negara lain yang menawarkan pajak rendah, yang mereka jadikan kantor pusat atau kantor cabang utama regionalnya.

Karena itu, boleh dibilang konsensus minimal pajak 15 persen untuk perusahaan global itu adalah pakta ekonomi internasional paling penting abad ke-21, karena bisa mendorong perekonomian menjadi lebih berorientasi pekerja, selain mendistribusikan kembali secara adil pendapatan swasta ke wilayah di mana mereka mencetak laba, bukan lagi melulu ke wilayah atau sistem pajak lain, di mana perusahaan yang mencetak laba itu berkantor pusat.

Yang lebih menggugah dari prakarsa itu adalah semangat kolektif dunia dalam menerapkan sistem pajak yang adil, bukan lagi mendorong terciptanya sebuah sistem ultra-nasionalistis, di mana negara-negara berlomba menurunkan tarif pajak hanya demi capital inflow yang membuat satu negara beruntung di atas kerugian dan penderitaan negara lain.

Ketimpangan Pajak Global Rp3.511 Triliun per Tahun

Ketimpangan pajak global sudah bertahun-tahun menggerogoti kemampuan negara dalam menarik pajak kepada individu atau korporasi yang mencari laba di negerinya, tapi membayar pajak di negara lain.

Menurut Tax Justice Network, praktik seperti itu membuat banyak pemerintah di seluruh dunia kehilangan pemasukan pajak sebesar 245 miliar dolar AS (Rp3.511 triliun) per tahun.

Perumpamaan dari praktik ini bisa digambarkan dalam contoh ketika korporasi A beroperasi dan mencari keuntungan di Indonesia, tapi perusahaan ini justru berkantor pusat di Singapura.

Lihat juga...