Radikalisme Tanda Minimnya Pendidikan Spiritual

YOGYAKARTA – Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Subandi, menuturkan munculnya fenomena radikalisme menandakan masih minimnya pendidikan spiritual di Tanah Air.

“Kita lebih memfokuskan pada (pendidikan) agama, tapi kurang memperhatikan faktor spiritualitas (di dalamnya),” kata Subandi melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis (25/11/2021).

Hal itu disampaikan Subandi, merespons hasil survei yang diterbitkan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah pada 2018, yang menunjukkan pada level sikap atau opini, siswa, dan mahasiswa Indonesia memiliki pandangan keagamaan yang cenderung radikal mencapai angka 58,5 persen.

Ia mengatakan, agama dan spiritualitas sebetulnya adalah dua hal yang berbeda, kendati memiliki keterkaitan yang sangat dekat. Dalam kehidupan rohani seseorang, agama adalah bagian luar yang terlihat (eksoteris, lahiriah), sedangkan spiritualitas adalah bagian dalam (esoteris, batiniah).

Agama, tutur dia, dapat berupa praktik peribadatan atau ritual, ajaran benar dan salah, dan lain sebagainya. Sedangkan spiritualitas adalah pengalaman subjektif individu terkait kesucian atau pencarian makna keberadaan manusia di dunia.

Bagi Subandi, spiritualitas tersebut lebih tepatnya adalah sebuah kesadaran.

Menurut dia, terdapat empat komponen dari spiritualitas, yaitu kesadaran ketuhanan, kesadaran diri, kesadaran kemanusiaan, dan kesadaran alam.

Kesadaran ketuhanan, kata dia adalah pengalaman individu yang terhubung dengan eksistensi Tuhan atau merasakan kebersamaan dengan Tuhan.

Menurutnya, kesadaran ketuhanan ini menjadi fondasi serta melingkupi semua bentuk kesadaran, sehingga terhubung dan terintegrasi.

Lihat juga...