Potensi Usaha Penyulingan Minyak Atsiri di Ambon

“Pakainya batang cengkih, kalau bunga cengkih kami tidak mampu karena harganya mahal. Satu kilogram saja bisa Rp86.000,” kata Yapi.

Dengan bahan 40 kilogram cengkih, dapat menghasilkan minyak atsiri dengan berat dua kilogram. Satu kilogramnya dijual Rp800.000.

“Untuk yang curah, biasanya permintaan datang dari spa-spa yang ada di Ambon. Kadang juga ada permintaan dari Makassar, Papua dan Nusa Tenggara Timur,” jelas Yapi lagi.

Kini, Yapi mulai mengemasnya dalam botol-botol kecil 40 mililiter yang dijual dengan harga Rp40.000 dan 160 mililiter dengan harga Rp100.000 dengan label Duskar.

Minyak atsiri dari cengkih dipercaya sebagai obat gosok herbal untuk penghilang pegal-pegal, capai, sakit gigi hingga gatal-gatal. Batang cengkih sisa dari penyulingan pun tidak langsung dibuang, tetapi dimanfaatkan sebagai bahan utama pembasmi hama di kebun.

Permintaan Tinggi

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan membuat sejumlah sektor usaha terganggu, justru tak berdampak pada usaha Yapi yang berbasiskan kearifan lokal.

Kearifan lokal yang membuat bangsa Indonesia bertahan sejak ribuan tahun lalu, juga turut dirasakan ketangguhannya oleh Yapi.

Yapi mengaku permintaan justru makin tinggi. Terutama pada saat Indonesia menghadapi gelombang ke dua Covid-19 pada Juli lalu. Pandemi sama sekali tidak mempengaruhi ekonomi keluarganya.

“Saya bisa menyuling setiap hari dengan kapasitas satu kali suling 40 kilogram. Banyak yang pesan minyak cengkih, karena membuat badan menjadi hangat. Kalau sekarang, saya menyuling 20 kali dalam sebulan,” terang dia.

Tak hanya minyak atsiri dari cengkih, minyak atsiri dari bahan baku lain pun permintaannya cukup tinggi. Permintaan akan minyak atsiri dari serai, misalnya, banyak didominasi usaha spa karena aromanya yang harum.

Lihat juga...