Perempuan Pemecah Batu di Kampung Kradenan Semarang

Editor: Koko Triarko

SEMARANG – Bermodalkan palu, dengan cekatan Miyati memecah sebongkah batu yang dipegangnya, menjadikannya kricak atau batu belah berukuran kecil. Peluh yang mulai menetes dari wajahnya tidak diacuhkan. Ayunan palu baru berhenti ketika batu tersebut sudah terpecah menjadi beberapa bagian kecil, untuk kemudian dikumpulkan.

Ya, aktivitas sebagai pemecah batu sudah menjadi profesi yang digelutinya sejak bertahun-tahun lamanya. Dirinya tidak sendirian, ada puluhan warga di kampung Kradenan Baru, Kelurahan Bendan Duwur, Kecamatan Gajah Mungkur, Kota Semarang, yang menggeluti pekerjaan tersebut.

Uniknya, sebagian besar di antara mereka merupakan para wanita atau ibu rumah tangga. Pada umumnya kegiatan memecah batu yang dilakukan oleh para ibu rumah tangga tersebut, hanya pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan keluarga, namun akibat pandemi Covid-19 dan desakan kebutuhan hidup, kegiatan sampingan tersebut kini menjadi pekerjaan utama mereka.

“Batu kricak ini nanti dijual ke toko material sebagai bahan bangunan. Ada toko yang datang ke sini ambil batu kricak seminggu sekali. Ada juga yang kita setorkan ke warga sini, juga buat dibantu menjualkan ke toko material,” papar Miyati, saat ditemui di sela kesibukannya memecah batu di kampung tersebut, Selasa (21/9/2021).

Dipaparkan, untuk setiap satu rit atau satu meter kubik batu kricak yang dihasilkannya, dihargai Rp70 ribu. Dalam seminggu, rata-rata dirinya bisa mengumpulkan antara 3-5 meter kubik.

“Kalau bahan baku berupa batu, tinggal ambil di sungai Kali Garang yang melintas di wilayah sini. Jadi tidak perlu beli, bisa langsung ambil  ke sungai,” terangnya.

Lihat juga...