INDEF: ‘Holding’ Gula Jangan Menegasikan Petani Tebu
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Dengan dibentuknya holding pabrik gula ini, maka kuantitas dan kualitas gula menurutnya, perlu diperbaiki dengan teknologi yang lebih efektif dan efisien.
“Pemerintah harus transfer teknologi kepada petani tebu. Jangan gunakan pabrik yang lama, mesinnya harus teknologi baru,” ujarnya.
Jika perbaikan ini tidak dilakukan, maka kata Rusli target swasembada gula 2025 tidak akan tercapai.
“Jadi harus impor, mau gimana lagi. Kalau nggak impor harganya naik. Jadi serba salah ya karena kuantitas gula domestik kita masih kurang. Maka, perlu perbaikan dengan teknologi, tapi itu butuh waktu,” tandasnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arumdriya Murwani, mengimbau pemerintah agar dapat membenahi tata niaga sebagai salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan terkait komoditas gula.
Selain itu, revitalisasi mesin dan pabrik gula, kebijakan-kebijakan yang dibuat juga perlu fokus pada pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri.
“Saran saya, pemerintah harus terus meningkatkan memperbaiki tata niaga gula,” ujar Arum, kepada Cendana News saat dihubungi, Senin (29/9/2021).
Sedangkan faktor yang menjadi masalah rendahnya kontribusi produksi gula dalam negeri menurutnya, adalah laju konvensi lahan pertanian dan rantai distribusi yang panjang.
“Kalau masalah ini bisa dibenahi, maka dapat mengurangi efektivitas impor gula untuk stabilisasi harga,” urainya.
Data United States Department of Agriculture (USDA) tahun 2020, menunjukkan Indonesia memproduksi 29,3 juta ton tebu yang digiling menjadi 2,1 juta ton gula untuk konsumsi selama periode Mei 2020-Mei 2021.
“Indonesia harus mengimpor sekitar 5,2 juta ton gula untuk memenuhi konsumsi domestik, yakni yang mencapai 7,4 juta ton,” pungkasnya.