Petani Sikka Lebih Memilih Ajir dari Bambu

Editor: Makmun Hidayat

MAUMERE — Para petani hortikultura di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) lebih memilih menggunakan bambu untuk ajir, baik pada tanaman hortikultura maupun bakau.

“Hampir semua petani hortikultura di Kabupaten Sikka menggunakan ajir dari bambu,” sebut Egedius Laurensius Moat Paji, petani hortikultura di Desa Ladogahar, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, saat dihubungi, Senin (9/8/2021).

Erik sapaannya mengatakan, harga bambu bulat minimal Rp400 sampai Rp500 per batangnya. Disebutkan, para petani di Kabupaten Sikka selama ini memakai bambu karena lebih mudah diperoleh dan harganya lebih murah dibandingkan kayu.

Petani hortikultura di Desa Ladogahar, Egedius Laurensius Moat Paji saat ditemui di kebunnya, Sabtu (7/8/2021), -Foto: Ebed de Rosary

Dia menjelaskan, pemakaian bambu sebagai ajir disesuaikan dengan jumlah populasi tanaman. “Kalau satu hektare dengan jumlah tanaman 4 ribu pohon maka butuh minimal Rp1,6 juta. Kalau disimpan bagus, ajir bisa dipakai hingga 4 kali baru diganti dengan bambu yang baru lagi,” ungkapnya.

Erik menyebutkan, penggunaan ajir dari bambu lebih murah dibandingkan dengan kayu dari jenis kayu kukung yang bisa mencapai Rp5 ribu per batangnya.

Dia mengatakan, ajir penting untuk menopang tanaman agar tidak rubuh saat terjadi hujan lebat maupun angin kencang.

“Kalau memakai ajir tanaman bisa tumbuh lurus ke atas. Tanaman pun bisa terkena sinar matahari sehingga bisa lebih cepat terjadi fotosintesis,” ungkapnya.

Erik mengakui, terkadang para petani membeli bambu bulat lalu membelahnya menjadi ukuran kecil untuk dipergunakan sebagai ajir.

Lihat juga...