Mengenang Tradisi Betawi ‘Ngejotin’ yang Mulai Hilang
Editor: Koko Triarko
BEKASI – Masyarakat Betawi dan banyak daerah lainnya, memiliki tradisi luhur berkenaan dengan hari raya lebaran. Seperti ngejotin, yang merupakan tradisi menyambut lebaran bagi masyarakat Betawi Bekasi. Namun, tradisi yang kaya makna tersebut saat ini sudah ditinggalkan.
Dahulu, ketika mendekati lebaran seperti saat ini, masyarakat Betawi Bekasi, Jawa Barat, sudah mulai disibukkan dengan membuat kue khas seperti dodol, wajik, akar kelapa dan biji ketapang, untuk keperluan tradisi ngejotin. Tradisi ini adalah membawa kue khas untuk diberikan kepada saudara lebih tua.
“Tradisi ini harusnya bisa terus dilestarikan. Ada pesan tersirat dalam tradisi ngejotin. Bahkan, kuenya pun khusus seperti lepet, ketupat, kue pisang, unti dan abug,”ungkap Sarin Sarmadi, yang akrab disapa Bang Ilok, Ketua Yayasan Kebudayaan Orang Bekasi ( KOASI) kepada Cendana News, Minggu (2/5/4/2021).
Sebenarnya, lanjut Bang Ilok, tradisi Betawi Pinggiran seperti di Bekasi, yang namanya membuat ketupat, bukan pada saat lebaran. Tapi, saat malam ganjil di akhir Ramadan. Saat lebaran biasanya yang dibuat dodol, wajik, akar kelapa, geplak, tapai dan uli. Masakannya semur kebo, sayur kembili dengan sambelan buat nyorog.
“Tradisi bebawaannya disebut ngejotin, tapi sedekahannya disebut sedekahan maleman, ini biasanya dipakai setiap malem ganjil di penghujung Ramadan. Tapi bukan setiap tanggal ganjil membuat begituan, melainkan di setiap kampung beda tanggal ganjilnya. Tujuannya agar ga bareng,” tukasnya.
Ia mencontohkan, di Pondok Gede pada tanggal 21 menyiapkan ngejotin, kemudian di Lubang Buaya tanggal 25 dan seterusnya. Kata orang tua dulu, sengaja dibuat bergantian pada tanggal ganjil yang berbeda, tujuannya agar tradisi ngejotin bisa bergantian.