Mata Kuliah Agama Bisa Berperan Mengantisipasi Gerakan Radikalisme dan Terorisme

Editor: Mahadeva

Guru besar UIN Walisongo Semarang, sekaligus Wakil Ketua MUI Jateng, Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, dalam webinar nasional 'Peran MK Agama di Perguruan Tinggi dalam Mengantisipasi Gerakan Radikalisme dan Terorisme', yang digelar Pusat Pengembangan MKU UPGRIS, secara daring di Semarang, Sabtu (24/4/2021). Foto Arixc Ardana

Tidak hanya itu, dalam upaya mencegah paham radikalisme dan terorisme masuk ke lingkungan perguruan tinggi, perlu dilakukan rekrutmen dosen, mahasiswa, dan tendik, yang selektif.

“Hal ini diperlukan, agar tidak memberi ruang gerak kepada generasi muda yang katanya hijrah tetapi sering salah arah, gegara berguru pada guru yang salah. Karena kebanyakan, bibit-bibit generasi radikal ini, adalah sebagian dari produk aktivis organisasi kepemudaan berbasis agama, yang tersusupi oleh pentolan-pentolan radikalis,” tandasnya.

Kasubdit Binpolmas Ditbinmas Polda Jateng AKBP Muhammad Toha, dalam webinar nasional ‘Peran MK Agama di Perguruan Tinggi dalam Mengantisipasi Gerakan Radikalisme dan Terorisme’, yang digelar Pusat Pengembangan MKU UPGRIS, secara daring di Semarang, Sabtu (24/4/2021). Foto Arixc Ardana

Kasubdit Binpolmas Ditbinmas Polda Jateng, AKBP Muhammad Toha menyebut, ada beberapa latar belakang munculnya paham radikalisme. “Ada sejumlah latar belakang kenapa muncul radikalisme, diantaranya adanya pemahaman individu terhadap agama, sifat fanatik pemeluk agama yang berlebihan, lalu adanya tekanan sosial, ekonomi dan politik yang melampaui batas, hingga kurangnya kesadaran bermasyarakat dan berbangsa secara pluralistik, sehingga menyebabkan hilangnya rasa toleran. Serta sebaliknya, menimbulkan fanatisme atas kebenaran kelompoknya sendiri,” tuturnya.

Secara umum, topografi atau pembagian radikalisme ada beberapa kelompok. Paling keras yakni mereka yang masuk dalam kategori ideolog atau hardcore, yakni orang-orang yang punya komitmen yang sangat tinggi terhadap ideologi kekerasan.

Lihat juga...