Masyarakat Badui Terusik Rusaknya Kawasan Gunung Liman
LEBAK – Kehidupan masyarakat komunitas adat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, kini terusik setelah Gunung Liman seluas dua hektare terjadi kerusakan, akibat ulah penambang emas tanpa izin (PETI) atau gurandil. Gunung Liman yang jarang disentuh oleh manusia merupakan hutan larangan yang disakralkan masyarakat adat Badui.
Pohon-pohon ditebang juga terlihat lubang-lubang bekas galian para gurandil, sehingga kawasan Gunung Liman tampak gundul.
Mereka diduga pelaku gurandil itu berlangsung lama melakukan aktivitas eksploitasi pertambangan emas tanpa izin di kawasan Gunung Liman.
Kawasan lokasi hutan larangan adat berada di perbatasan tanah hak ulayat Badui dan masyarakat kaolotan wewengkong Cibarani.
“Kami mengecam kerusakan Gunung Liman sebagai hutan larangan yang dititipkan leluhur untuk dijaga dan dilestarikan,” kata tokoh Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jaro Saija. Desa Kanekes ini berlokasi sekitar 40 km dari Rangkasbitung, pusat kota di Lebak, Banten.
Konsisten Jaga Gunung
Masyarakat Badui yang dititipkan leluhur adat tetap konsisten menjaga gunung-gunung dan hutan, agar tetap terpelihara kelestariannya. Pelestarian hutan dan gunung untuk menghindari dari segala bencana alam seperti banjir, longsor, dan pemanasan global.
Saat ini, kawasan hutan hak ulayat Badui seluas 5.101,85 hektare sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001 hingga kini terjaga dengan baik.
Dari 5.101,85 hektare itu di antaranya seluas 3.000 hektare kawasan hutan adat,termasuk hutan larangan di Gunung Liman.
Masyarakat Badui yang berjumlah 11.600 jiwa tersebar di 68 perkampungan itu, tidak boleh melakukan penebangan pohon maupun perusakan hutan, karena komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan.