Makan Sayur Pahit Tanpa Nasi, Puasa ala Umat Katolik

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Setelah Jumat Agung dan memasuki Sabtu Suci ia memilih melakukan aktivitas di rumah dengan mati raga.

“Saya memilih merenungkan detik-detik waktu peristiwa Jumat Agung hingga Sabtu Suci dengan membaca Alkitab dan merenungkan makna sengsara, wafat Kristus,” sebutnya.

Memaknai masa berkabung dengan makanan sebutnya jadi tradisi jelang Paskah. Meski hari raya ia menyebut keluarganya tidak menyediakan menu yang enak.

Ia bahkan memilih mengganti nasi dengan hanya merebus ubi jalar, singkong. Nasi putih kerap diganti olehnya dengan menggunakan nasi tiwul.

Sang keponakan, Christeva dan Pitka juga mengikuti masa pantang dan puasa dengan makanan yang telah dipilih. Meski memakai menu tiwul dan sawi pahit, makanan itu menjadi pengingat akan rasa solidaritas bagi sesama yang lebih menderita.

Askese atau penyangkalan diri saat Prapaskah dan Tri Hari Suci Paskah sekaligus jadi cara lebih memaknai makna Paskah.

Christeva bilang pemilihan makanan saat pantang dan puasa Prapaskah hingga Tri Hari Suci Paskah telah disepakati. Memantang atau menghindari makanan nikmat bagi lidah sebutnya jadi cara puasa sederhana.

Makan tiwul dan sayuran pahit menjadi cara penyadaran akan orang lain yang sulit mendapatkan makanan. Uang jajan untuk membeli makanan disisihkan sebagai tabungan mengisi APP yang diserahkan saat Paskah.

Lihat juga...