Makan Sayur Pahit Tanpa Nasi, Puasa ala Umat Katolik

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Kewajiban puasa dan pantang diwajibkan bagi orang dewasa. Sementara wajib puasa bagi yang sehat, berusi 18 hingga 60 tahun. Kewajiban dalam memilih makanan bisa dilakukan keluarga dalam memaknai Prapaskah dan pekan suci.

Beberapa umat melakukan tradisi puasa dalam komunitas biara, rumah tangga dengan makanan tanpa nasi, makanan pahit.

Yohana, salah satu umat Katolik di Teluk Betung bilang makanan menu pantang dan puasa telah dipilih tanpa nasi. Secara khusus saat pekan suci ia menyebut mengurangi nasi dan menggantinya dengan ubi jalar, singkong dan tiwul.

Yohana menyiapkan daun pepaya untuk direbus selanjutnya ditumis sebagai menu saat Tri Hari Paskah di Teluk Betung, Bandar Lampung, Sabtu (3/4/2021) – Foto: Henk Widi

Sebagai pengganti lauk ia hanya menambahkan garam dan sayuran memakai daun singkong, daun pepaya pahit dan sawi pahit.

“Saya ingin memaknai masa berkabung dalam masa penderitaan Yesus Kristus sebelum disalib dengan puasa dan pantang makanan tertentu,” cetusnya.

Mengonsumsi makanan tanpa nasi diganti tiwul, sayur pahit sebutnya jadi cara mengurangi uang belanja. Sebagai bentuk askese atau penyangkalan diri, uang belanja yang digunakan akan diserahkan dalam aksi puasa pembangunan (APP).

Selain menyadarkan akan nasib orang lain yang tidak beruntung solidaritas puasa, pantang diisi dengan makanan tanpa nasi dan sayuran pahit.

Saat puasa dan pantang pada Tri Hari Suci Paskah, ia mengaku tidak hanya dengan makanan. Kegiatan meniadakan hiburan seperti menonton televisi, memakai handphone, mendengarkan musik dilakukan olehnya.

Lihat juga...