Literasi Matematika Anak Indonesia, Rendah

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Tanpa memahami keterampilan dasar matematika, maka seseorang tidak akan dapat menalar sesuatu misalnya kuantitas benda atau variabel.

“Banyak hal yang hilang saat seorang anak tidak bisa melihat hal yang menyenangkan dari matematika,” ucapnya.

Fakta di lapangan, yang sering terjadi saat pelajaran matematika di SD atau MI, peserta didik lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyalin soal pilihan ganda lalu menjawab soal tersebut.

“Waktu habis hanya untuk itu. Peserta didik tidak mengerti mengapa jawaban dari soal itu adalah a atau b atau c atau d. Tidak ada pembahasan, tidak ada diskusi. Cuma menyalin soal, menyilang jawaban lalu menyerahkan ke guru untuk dinilai,” papar Puti menceritakan pengalamannya mengunjungi salah satu SDN di daerah Jakarta Selatan.

Peserta didik pendidikan dasar di Indonesia disibukkan oleh materi yang tidak mengajarkan konsep sebenarnya dari setiap materi matematika.

“Misalnya dalam penguraian angka, 2.783. Disuruh tuliskan menjadi dua ribuan, tujuh ratusan, delapan puluhan dan tiga satuan. Tapi, luput untuk memahami konsep pengelompokannya,” ujarnya.

Tanpa ada proses logika dan nalar dalam suatu pelajaran matematika, menurut Puti, bisa dikatakan bahwa pembelajaran matematika tersebut tidak berhasil.

“Sama saja dengan halnya, di sebuah kelas musik, peserta didik disuruh belajar not balok tapi tidak pernah diperdengarkan bunyi dari not balok yang ia pelajari itu,” ujarnya lagi.

Trainer Gernas Tastaka, Hana Sofiana, mengungkapkan, matematika itu adalah sarana untuk membantu dalam membuat keputusan terbaik, dari proses penganalisaan dan pembandingan dua atau lebih variabel.

Lihat juga...