Jaga Asupan Nutrisi Remaja, Putus Lingkaran ‘Stunting’ di Indonesia

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Termasuk di masa pandemi seperti sekarang, perlu modifikasi upaya perbaikan gizi di masa adaptasi kebiasaan baru.

“Bagaimana? Dengan tetap menjaga daya tahan tubuh, modifikasi pendidikan gizi dan kesehatan secara luring dan daring serta tetap melakukan program perbaikan gizi tanpa mengabaikan protokol kesehatan,” ujarnya lebih lanjut.

Untuk itu, drg. Kartini menegaskan, dibutuhkan integrasi dan kolaborasi dari masyarakat, pusat layanan masyarakat primer dan sekolah.

“Ini bukan hanya tugas pemerintah saja atau tugas ahli medis. Tapi semua pihak. Mulai dari orang tua yang dipastikan memiliki pengetahuan tentang keseimbangan gizi yang baik, tenaga kesehatan yang aktif dalam mensosialisasikan konsep gerakan masyarakat sehat. Termasuk juga peran guru di sekolah dalam transfer knowledge tentang pola hidup sehat secara jangka panjang dan dampaknya pada kehidupan selanjutnya,” tuturnya.

Dengan penerapan ini diharapkan perbaikan gizi masyarakat terutama pada remaja putri dapat menghasilkan generasi berikutnya yang bebas stunting.

“Keterlibatan semua pihak akan membantu upaya untuk menekan stunting hingga di bawah 14 persen pada tahun 2045,” tandasnya.

Spesialis Gizi Klinik, FKUI – RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, menyatakan masa remaja merupakan masa transisi dari anak ke dewasa dengan rentang umur 9/10 tahun hingga 19 tahun.

Spesialis Gizi Klinik, FKUI – RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, menyampaikan pentingnya menjaga asupan gizi seimbang pada usia remaja untuk memastikan kualitas kesehatan generasi selanjutnya, dalam webinar tentang gizi, Jumat (9/4/2021) – Foto: Ranny Supusepa
Lihat juga...