Jaga Asupan Nutrisi Remaja, Putus Lingkaran ‘Stunting’ di Indonesia
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Pemutusan stunting lebih efektif jika pemantauan dilakukan bukan pada masa kehamilan. Tapi jauh lebih dini, yaitu pada masa remaja. Dengan memastikan kecukupan gizi seimbang dan pola hidup sehat yang terus terjaga hingga masa kehamilan, untuk memastikan bayi lahir sehat, tanpa keluhan stunting.
Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, drg. Kartini Rustandi, menyatakan, ada berbagai masalah pada remaja Indonesia saat ini.
Tercatat remaja yang mengalami anemia, pada umur 15-24 tahun adalah 32 persen dan pada umur 5-14 tahun sebesar 26 persen.
Juga tercatat, 1 dari 4 remaja mengalami anemia dan 1 dari 7 remaja mengalami kelebihan berat badan. 36,42 persen perempuan menikah di usia kurang dari 19 tahun dan 22,77 persen perempuan mengalami kehamilan di usia kurang dari 19 tahun.
“Ini menjadi masalah, karena remaja merupakan sektor strategis dalam populasi Indonesia, yang akan menjadi sosok dewasa dan menghasilkan generasi berikutnya. Saat remaja mengalami masalah, maka orang dewasa yang tercipta juga akan mengalami masalah kesehatan dan saat melahirkan, akan memiliki anak yang mengalami masalah gangguan gizi serta gangguan kesehatan. Salah satunya stunting. Sehingga dibutuhkan intervensi gizi terkait edukasi gizi seimbang, suplementasi TTD dan fortifikasi,” kata drg. Kartini dalam webinar kesehatan terkait gizi, Jumat (9/4/2021).
Ia menyatakan, upaya ini perlu ditekankan agar pada siklus kehidupan berikutnya menghasilkan bayi lahir sehat dan tidak mengalami stunting pasca kehamilan sehat bebas anemia.
“Dimulai dengan memastikan gizi seimbang dan keragaman bahan pangan dalam menu hariannya, serta memastikan berat badan normal dan melakukan aktivitas fisik,” ujarnya.