Geliat Bisnis Kolang-Kaling di Kampung Kokolaka Semarang
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
SEMARANG – Bagi warga Kampung Olahan Kolang-Kaling (Kokolaka) Kelurahan Jatirejo, Kota Semarang, datangnya bulan Ramadan, menjadi waktu tersibuk mereka untuk memenuhi kebutuhan kolang-kaling dari para pembeli.
Kolang-kaling termasuk satu di antara buah yang banyak dicari saat bulan Ramadan, utamanya sebagai campuran untuk minuman berbuka puasa atau takjil.
Ketua UMKM Gerakan Terintegrasi Koperasi dan Usaha Mikro (Gerai Kopimi) Kampung Kokolaka, Dwi Sayekti Kadarini, menjelaskan di kampung tersebut ada sekitar 30 penjual kolang-kaling.
“Walaupun bukan dari hasil pertanian setempat dan harus didatangkan dari luar daerah seperti Temanggung, Banyumas dan daerah lainnya, namun usaha kolang-kaling, menjadi mata pencaharian sebagian warga di Kampung Kokolaka ini. Khususnya, sebagai penjual dan pengolah kolang-kaling,” paparnya, saat ditemui di sentra pengolahan kolang-kaling tersebut, Selasa (27/4/2021).
Dirinya menjelaskan, selama pandemi covid-19, ada satu perubahan dalam pengolahan kolang-kaling di kampung tersebut. Jika dulu bahan baku didatangkan masih dalam bentuk utuh, kini biji kolang-kaling sudah dalam kondisi terkupas.
“Awalnya masih utuh, langsung petik dari pohon, dibawa ke mari. Namun, jika kondisinya seperti itu, kita masih keluar biaya lagi untuk membayar buruh kupas kulit kolang-kaling. Tentu ongkos produksi akan semakin bertambah, apalagi kondisi masih pandemi, sehingga sekarang kolang-kaling yang datang dari petani, sudah dikupas,” terangnya.
Meski pada Ramadan kali ini permintaan tidak seramai tahun lalu, apalagi sebelum pandemi, namun pihaknya tetap optimis.
Sebagai perbandingan, Ninik, panggilan akrab Dwi Sayekti Kadarini, mencontohkan jika tahun lalu, dirinya mampu menjual kolang-kaling hingga sekira 50 kilogram per hari, sementara itu pada tahun ini hanya sekitar 25 hingga 30 kilogram per hari.