PKI Mainkan Dua Isu Kala Presiden Soekarno Jatuh Sakit

Pengkonfrontasian pimpinan puncak TNI AD dengan Presiden Soekarno juga dimaksudkan untuk menggalang dukungan dari Presiden maupun masyarakat luas (dari anggota dan simpatisan PKI maupun kelompok-kelompok di luarnya) agar secara bersama-sama segera membersihkan pimpinan puncak TNI AD. Pembersihan pimpinan puncak TNI AD — yang selama ini menunjukkan sikap antikomunis— untuk kemudian menggantinya dengan sejumlah perwira pro PKI, merupakan karpet merah bagi PKI dalam merebut kekuasaan di Indonesia.

Presiden Soeharto (10): G30S/PKI | Situasi Revolusioner Mencapai Puncak, Presiden RI1 Jatuh Sakit

Upaya PKI —melalui kedua isu itu— memperoleh momentum jatuh sakitnya Presiden pada tanggal 4 Agustus 1965. Pada tanggal tersebut, Presiden Soekarno kembali menderita sakit, mengalami muntah-muntah sebelas kali dan hilang kesadaran sebanyak empat kali. Peristiwa itu dijadikan pintu masuk PKI dengan menciptakan skenario politik medis, —menghembuskan hasil analisa medis tim dokter Cina— bahwa dalam waktu dekat Presiden tidak akan mampu melanjutkan tugasnya lagi yaitu meninggal atau lumpuh permanen.

Aidit dan Biro Khusus menggunakan analisis dokter-dokter Cina sebagai argumentasi untuk mendorong kekuatan-kekuatan revolusioner melakukan “tindakan mendahului” Dewan Jenderal dengan membersihkannya terlebih dahulu dengan menculik dan membunuh pucuk pimpinan TNI AD. Aidit mengesampingkan analisis dr. Mahar Mardjono —sebagai dokter kepresidenan dan Profesor Neurologi Universitas Indonesia— yang menyatakan analisisnya atas kemungkinan kesembuhan Presiden.

Setelah semua argumentasi pembersihan pucuk pimpinan TNI AD disiapkan (isu Dewan Jenderal, Dokumen Gilchrist dan kesehatan Presiden), Aidit dan Biro Khusus menyiapkan rencana operasi dalam bentuk gerakan militer dan politik. Gerakan militer dilakukan dengan menggerakkan perwira-perwira menengah militer untuk melakukan pembersihan pimpinan puncak TNI AD. Sedangkan gerakan politik dilakukan dengan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pengganti pemerintahan yang sah setelah gerakan militer dilaksanakan. Persiapan dilakukan dengan rapat-rapat dan konsolidasi secara intensif, baik pada tingkat Politbiro CC PKI, Biro Chusus Central atau BCC dan BCC dengan Biro Chusus Daerah atau BCD.

Lihat juga...