Pedagang Mainan Tradisional Tetap Bertahan di Tengah Mainan Modern
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
SEMARANG – Bagi Tugiyo, di tengah gempuran beragam produk mainan modern, tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap berkeliling, menawarkan berbagai mainan anak tradisional yang dijualnya.
Bagi pria 65 tahun tersebut, mainan zaman dulu atau jadul tersebut, menjadi penyambung hidup dirinya dan keluarga.
“Ya masih ada yang beli, meski tidak seramai dulu. Paling banyak yang dibeli ini, kincir angin, karena harganya juga murah Rp 5 ribu. Ada juga ‘gledekan’ ayam, harganya Rp 15 ribu,” terangnya, saat dijumpai tengah berkeliling menjajakan dagangan di kawasan Banyumanik, Kota Semarang, Selasa (2/3/2021).
Bermodalkan kekuatan fisik, dirinya pun setiap hari berjalan kaki, dari kampung ke kampung untuk menawarkan dagangan tersebut.
“Capek, pastinya, tapi hanya ini keahlian saya. Mau jualan yang lain, tidak ada modal,” terangnya.
Pria yang sudah puluhan tahun berjualan mainan tradisional ini, mengaku jika dibanding masa kejayaan, apa yang dicapai sekarang ini tidak ada seujung kuku.
“Dulu setiap hari saya bisa jualan, sampai puluhan setiap hari. Apalagi kalau pas hari Sabtu-Minggu, berjualan di keramaian, seperti pasar, acara pernikahan, hajatan, sampai acara-acara olahraga, pasti banyak yang beli, karena orang yang datang juga banyak,” ungkapnya.
Kini dirinya harus datang ke kampung-kampung, untuk menawarkan mainan tersebut. “Sekarang ini, paling sehari laku 10-15 buah untuk kincir angin, kalau ‘gledekan’ paling 3-5 buah. Tapi tidak selalu terjual juga, kadang hanya 1-2 yang beli, terkadang tidak ada yang beli,” lanjutnya.
Pria yang kini hanya tinggal bersama istri ini, mengaku seberapa pun hasil yang didapatkan selalu disyukuri. Kesemuanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.